Mari kita baca Matius 10:16. Ini adalah salah satu perumpamaan Yesus yang perlu perenungan sebelum memahaminya. Sebenarnya ada apa dibalik perumpamaan yang disampaikan Yesus? Setidaknya ada 3 hal ini:
- Perumpamaan berisi rahasia Kerajaan Surga. Matius 13:11.
- Perumpamaan dimaksudkan untuk menggambarkan seseorang atau sekelompok orang. Matius 21:45.
- Penyampaian perumpamaan disesuaikan dengan pengertian manusia. Markus 4:33.
Jadi untuk memahami pernyataan Yesus “hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati” kita melakukan pendekatan dengan pemahaman konteks dan karakter dari binatang-binatang tersebut.
Pertama, konteks saat Yesus mengatakan kalimat ini adalah Yesus sedang mempersiapkan murid-muridNYA. Persiapan ini dibutuhkan karena mereka akan menghadapi keganasan “musuh” atau orang yang membenci mereka oleh karena mereka pengikut Yesus. Keganasan orang-orang yang membenci Yesus inilah yang digambarkan seperti “serigala”. Ayat 16a. Strategi untuk bisa menghadapi situasi yang demikian itulah yang kemudian digambarkan dalam poin berikut, tentang karakter ular dan merpati.
Kedua, tentang ular dan merpati. Ular adalah jenis reptil yang sukses berkembang biak di berbagai macam kondisi. Untuk di Indonesia ada sekitar 400 jenis ular, dan hanya 5% dari keseluruhan jenis ular yang memiliki bisa mematikan. Ular pintar untuk mempertahankan diri, dengan gerakannya yang cepat dan agresif untuk melarikan diri. Sedangkan merpati adalah jenis unggas yang bisa mengingat lokasi dengan baik. Merpati juga memiliki kemampuan untuk terbang sampai dengan jarak 965 km dari titik awal. Merpati menariknya memiliki naluri alamiah untuk kembali ke sarang meskipun sudah terbang tinggi dan jauh.
Keadaan Yesus yang digambarkan seperti “domba di tengah serigala” sangat relevan bagi orang Kristen yang menjadi minoritas, seperti di Indonesia. Kita sudah dengar khotbah Gembala tentang ujian-ujian yang harus dihadapi pengikut setia Kristus. Meskipun demikian tetap saja gambaran Yesus itu adalah suatu pertanyaan yang mencengangkan.
Karena Yesus berharap bahwa kita bukan saja bertahan hidup di tengah situasi yang sulit, tetapi kita bisa menjadi pemenang!
Tidak mungkin? Segala sesuatu mungkin bagi Tuhan. Matius 19:26. Bagaimana kita bisa menang di tengah kesulitan? Pertama, percayalah bahwa kita ini “lebih daripada orang-orang yang menang” seperti yang dituliskan di Roma 8:17. Maksudnya apa? Allah yang berperang bagi kita dan memberi kemenangan. DIA yang “membela” kita namun kita yang mendapatkan kemenangan itu. Begitulah gambaran “lebih dari pemenang”. Jadi kita tidak perlu kuatir, bagi manusia tidak mungkin, tetapi segala sesuatu mungkin bagi Tuhan.
Mungkin ada beberapa yang bertanya, apa ukuran kita menang? Apakah ketika kita menjadi mayoritas? Apakah ketika kita menjadi limpah dengan harta-tahta-cinta? Menarik sekali penjelasan Ps.Jeffrey Rahmat, bahwa keunggulan kita ditentukan ketika kita menjadi dampak. Matius 5:13. Hidup kita sia-sia ketika kita menjadi “tawar dan diinjak-injak orang”. Ketika dunia melihat bahwa keberadaan kia tidak membawa pengaruh. Itulah kenapa kita harus bisa memastikan semua aspek keseharian kita membawa dampak positif. Termasuk media sosial. Jangan gunakan media sosial hanya untuk “mencurahkan isi hati” atau “membuka rahasia orang lain”, melainkan bawa kabar baik, yang membangun, yang menginspirasi orang lain.
Lakukan yang terbaik di bidang kita masing-masing, baik di dalam lingkungan gereja, maupun di luar lingkungan gereja.
Sekarang bagian terakhir, bagaimana sebenarnya menjadi cerdik dan tulus pada saat yang bersamaan? Cerdik tetapi juga tulus, yang dimaksud adalah menggunakan pikiran yang strategis untuk mempertahankan diri tetap ada di jalan yang ditetapkan Tuhan bagi kita, yaitu menjadi dampak positif bagi orang lain. Tentu saja semuanya itu harus dilakukan di atas dasar kebenaran.
Kita tidak “menghalalkan segala cara” untuk menjadi dampak. Ini adalah tentang strategi, bukan sensasi.
Satu kisah tentang Paulus di Kisah Para Rasul 22:23-25 menggambarkan hal ini. Paulus saat itu akan disesah oleh tantara Romawi yang mengamankan dia dari huru-hara di Yerusalem. Tetapi sesaat sebelum disesah ia memakai statusnya sebagai warga negara Rum untuk menghindari sesahan dari prajurit-prajurit Romawi. Padahal kalau kita baca satu pasal sebelumnya di Kisah Para Rasul 21:13 Paulus mengatakan dia rela disiksa.
Apakah Paulus takut? Atau menjadi tidak konsisten? Saya rasa untuk orang yang pernah mengalami daftar pengalaman 2Korintus 11:23-28 Paulus bukanlah seorang penakut. Tapi inilah kecerdikan dan ketulusan Paulus seperti yang menjadi tema kita. Kita sebenarnya bisa melihat dasar nilai yang dipegang Paulus dari ayat di 1Korintus 14:15. Paulus menyampaikan bahwa dalam berdoa kita melakukannya dengan roh tetapi juga dengan akal budi.
Hal yang sama berlaku dalam pelayanannya, dia tulus (roh) untuk menyebarkan tentang nama Yesus, bahkan dilakukan dengan pengorbanan total. Tetapi dia juga melakukannya dengan strategi yang diolah dengan cerdik (akal budi). Sehingga kita lihat “output” atau hasil dari keseluruhan hidupnya adalah seperti yang tertulis di Filipi 1:20-22. Hidupnya untuk memberi “buah”, meskipun untuk mati pun dia masih merasa untung (karena bertemu dengan Yesus di Firdaus).
Ketulusan dan kecerdikannya semua diarahkan untuk menghasilkan “buah” yang bisa dinikmati orang-orang sejamannya, namun hingga sekarang kita masih menikmatinya.
Apa yang bisa kita lakukan di pekerjaan, keluarga, atau aktifitas sehari-hari kita? Bisakah kita tetap termotivasi bahwa jalan Tuhan bagi kita adalah untuk menjadi dampak positif bagi orang-orang sekeliling kita? Apa yang kita lakukan untuk itu, pernahkah kita memikirkan suatu cara untuk menyebarkan kabar baik tanpa harus menjadi orang yang ekslusif?
GodblesS
JEFF