Hidup dalam dunia ini begitu mudah ketika semuanya tersedia untuk kita. Tetapi tentu saja di saat yang sama kemudahan itu membuat seseorang terdistraksi dari apa yang terpenting dari dirinya. Dalam studi S3 saya belajar tentang “Holiness Movement” sebuah gerakan yang pada waktunya mendorong lahirnya “Pentecostalism”. Gerakan ini pada dasarnya adalah pengejaran akan kehidupan yang didedikasikan sepenuhnya kepada Tuhan Yesus Kristus, yaitu Juruselamat dan Pencipta dari segala yang ada.

Menariknya dalam buku “Streams of Living Water” dari Richard Foster, dituliskan tentang kisah seorang hamba Tuhan muda dari Jerman, seorang teolog kenamaan, bernama Dietrich Bonhoeffer, yang mendedikasikan hidupnya sampai mati untuk membela nilai-nilai kebenaran dalam Alkitab. Sekalipun ia harus melawan arus mayoritas Gereja dan pada akhirnya melawan kerasnya pemerintahan Nazi di Jerman.

Kemudian menjadi pertanyaan bagi saya, apakah hidup bagi Kristus itu? Satu hal yang pertama kali terlintas adalah hidup yang fokusnya bukan kepada pengejaran akan kenikmatan dunia. Ini adalah sebuah pilihan yang harus diambil. Mungkin dengan menjalani hidup minimalis akan membantu kita untuk hidup tanpa distraksi. Seperti St. Francis dari Assisi, pendiri ordo Fransiscan di Gereja Katolik yang sangat terkenal. Ia meninggalkan semua kemewahan yang menjadi bagiannya, dan memilih untuk hidup sepenuhnya dalam kesederhanaan.

Saya tahu premis yang terkenal dalam Kekristenan modern bahwa “menjadi pengikut Kristus tidak harus hidup miskin”. Saya mengerti sekali mengenai hal itu dan sudah pernah juga membawakan itu dalam materi khotbah saya. Hanya saja, kalau kita percaya bahwa Tubuh Kristus adalah satu tubuh tetapi banyak anggota. Bukankah berarti ada yang kaya, tetapi ada yang tidak kaya juga?

Saya berpikir juga apakah kekayaan dapat berarti hidup mewah? Bisakah seseorang kaya tetapi hidup sederhana, dan bahkan menunjukkan bahwa dirinya kaya dalam kemurahan?