MERAK VS GAGAK

Mungkin Anda semua pernah mendengar kisah tentang Merak dan Gagak. Bagi yang belum pernah mendengarnya, kira-kira kisahnya seperti ini: Alkisah ada seekor gagak yang seluruh bulunya berwarna hitam. Pada suatu hari ketika ia sedang hinggap di sebuah pohon, matanya melihat seekor angsa yang seluruh warna bulunya putih. Dalam hatinya gagak ini berkata, betapa senangnya memiliki bulu seputih itu, tentu saja angsa itu lebih bahagia dari diriku yang hitam ini. Ketika ada kesempatan untuk terbang mendekati angsa itu, gagak itu berkata, betapa bahagianya engkau angsa dengan bulumu yang putih bersih itu.

Namun tanpa disangka angsa itu menjawab, aku senang dengan buluku ini, tetapi tidak lagi ketika aku melihat kakatua yang memiliki warna putih dan tiga warna cerah lain di bulunya. Gagak pun terbang dan berusaha mencari kakatua yang berwarna-warni. Ketika ia menemukan kakatua itu, ia mengajukan perkataan yang sama, betapa bahagianya kakatua dengan bulu yang berwarna-warni. Kakatua itu menjawab, aku senang dengan buluku ini, tetapi tidak lagi ketika aku melihat merak yang punya warna lebih banyak dari aku, dan mampu mengembangkan bulu-bulunya dengan begitu indah.

Kakatua terbang kembali dan mencari dimana sang merak berada. Agak sulit mencarinya, tetapi kemudian ia melihat seekor merak, di sebuah kandang, dikelilingi orang-orang yang tanpa henti mengagumi warna-warni tubuhnya. Gagak berkata tentu ini dia yang paling berbahagia. Ketika kesempatan itu tiba, gagak terbang mendekat ke dekat kendang merak itu, dan mengajukan perkataan yang sama seperti ketika ia bertemu angsa dan kakatua. Namun apa jawab merak? Merak menjawab, betul aku senang dengan warna-warni buluku dan perhatian yang diberikan kepadaku, tetapi aku terkurung di kendang ini sepanjang hari. Ketika aku melihat ke sekitarku, hanya burung gagak saja yang bisa terbang bebas, tanpa perlu dimasukkan ke kandang. Aku rasa aku akan lebih bahagia dengan kebebasan seperti itu.

Jemaat yang dikasihi Tuhan, membandingkan adalah suatu “permainan” di pikiran yang menyenangkan, itu tidak selamanya salah, namun saya ingin menekankan satu hal: bahwa menbanding-bandingkan bisa menjerumuskan! Saya akan coba bahas 3 pernyataan ini.

Pertama, membandingkan sesuatu adalah hal yang menyenangkan, bahkan saya rasa hampir semua kita pernah memainkan permainan membandingkan, contohnya permainan membandingkan 2 gambar dan mencari perbedaan. Sepertinya membandingkan itu menjadi respon alamiah kita sebagai manusia. Kita membandingkan ketika ada pergantian presiden, atau kalau di lingkup gereja, kita membandingkan ketika ada pergantian kepala suatu bidang, atau fasilitator, atau koordinator. Atau mungkin ada juga yang membandingkan ketika ada pergantian pasangan? Tentu saja ini untuk yang belum menikah!

Kedua, membandingkan tidak selamanya salah, atau berkonotasi negatif. Saya teringat ada ayat-ayat dimana dengan membandingkan itu berarti:

  • Suatu peringatan atau teguran. Wahyu 2:4.
  • Suatu dorongan untuk memacu kita melakukan sesuatu yang lebih baik. Lukas 21:4, 2Korintus 8:1-7.
  • Suatu pembuktian superioritas (betapa jauh lebih luarbiasanya) Allah. Dikatakan IA lebih dari bapa di dunia (Matius 7:11), lebih dari malaikat (Ibrani 1:5), dan lebih dari Musa (Ibrani 3:3).

Namun ini yang menjadi penekanan saya hari ini, bahwa membandingkan bisa kemudian menjadi menjerumuskan. Seperti di poin pertama, adalah hal yang alamiah ketika manusia membandingkan. Tetapi waspadailah bahwa ada bahaya yang muncul ketika kita membandingkan, karena itu bisa mengakibatkan:

  • IRI HATI, yang kemudian melahirkan kejahatan. Kejadian 4:5-9. Ada kisah-kisah yang kurang lebih sama di Kejadian 37 dan di 1Samuel 18.
  • TIDAK MENGUCAP SYUKUR. Ini adalah sesuatu yang harus kita lawan hari demi hari, tentu saja kita tidak mau mengulangi kisah di Bilangan 11, saat orang Israel membanding-bandingkan (ayat 4-6) dan akhirnya menjadi rakus, lalu terkena murka Allah (ayat 33).
  • MENJADI RAKUS, TAMAK, yang pada akhirnya seperti poin “Iri Hati” akan menimbulkan kejahatan yang lain lagi. Rakus akan kepemilikan membuat Ahab, dengan bantuan Izebel, menyingkirkan Nabot. 1Raja-raja 21. Rakus akan kekayaan membuat Ananias dan Safira bersepakat untuk menipu. Kisah Para Rasul 5. Karena cinta akan uang tidak akan memberi kepuasan (Pengkhotbah 5:10), malahan menjadi akar segala kejahatan (1Timotius 6:10). Saya karena hal ini (kerakusan, ketamakan), kemudian perjudian menjadi masalah besar.

Saya akan kehabisan waktu untuk bicara tentang membandingkan dalam hal tahta dan cinta, yang juga akan membawa kepada “berbagai-bagai duka”. Mungkin 3 hal ini yang ingin saya ingatkan kepada Anda:

  • Jika Anda tergoda untuk membandingkan HARTA, Anda dengan orang lain, ingatlah harta di Surga. Matius 6:20.
  • Jika Anda tergoda untuk membandingkan TAHTA, Anda dengan orang lain, ingatlah seorang pemimpin adalah pelayan. Lukas 22:26.
  • Jika Anda tergoda untuk membandingkan CINTA, Anda dengan orang lain, ingatlah bahwa hendaknya kita hidup kudus dan terhormat. 1Tesalonika 4:3-5.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s