1Petrus 2:16
Salam jumpa untuk semua hamba Allah yang ada di tempat ini.
Seseorang yang disebut “hamba” mengabdi kepada tuannya, apapun konsekuensi yang harus diterima. Dalam bahasa asli Alkitab Perjanjian Baru kata “hamba” juga punya konotasi sebagai seorang pelayan. Pada kesempatan kali ini saya tidak akan meneliti kata-kata dalam bahasa aslinya. Tetapi mengenai kata ini saya akan sertakan tautan dari karya tulis dan artikel berikut ini (“Kepemimpinan Hamba” – Rachel Iwamorry, Ph.D., dan “Aku ini adalah Hamba Tuhan” – Herlise Yetty Sagala, D.Th., D.Min.). Sehingga dalam bahasan kali ini saya akan samakan antara seorang hamba dan seorang pelayan. Ini saya tegaskan di awal supaya yang mendengarkan mengerti mengapa saya tidak berusaha membahas dari sisi bahasa asli.
Bapak/ibu/saudara/saudari, konsep melayani telah menjadi standar teratas yang diharapkan oleh banyak orang dalam banyak aspek. Saat berbicara mengenai perdagangan, penyediaan jasa, pendidikan, pemerintahan, dan lain-lain. Bagi orang percaya yang sering disebut “christianos” (Kisah Para Rasul 11:26), konsep melayani adalah sesuatu yang tidak terpisahkan. Karena Yesus menegaskan maksud dan tujuan kedatanganNYA ke dunia adalah untuk melayani. Matius 20:28.
Rasul Petrus berusaha mengingatkan orang-orang percaya untuk menjalankan kemerdekaan di dalam Kristus bukan untuk berbuat kejahatan, tetapi untuk hidup sebagai hamba Allah. 1Petrus 2:16. Seorang hamba Allah atau pelayan Tuhan, tidak dibatasi oleh status yang diberikan suatu organisasi Gereja. Maksudnya mulai dari Gembala Jemaat, staf Gereja, pengurus Gereja, pelayan, dan aktivis. Bahkan seluruh jemaat yang sudah dimerdekakan oleh Kristus (Galatia 5:1), diminta oleh Rasul Petrus hidup sebagai hamba Allah.
Jika seseorang yang disebut hamba Allah atau pelayan Tuhan hanya dibatasi dengan definisi yaitu mereka yang melayani di Gereja. Maka kita akan terus akan kekurangan pekerja di ladang tuaian ilahi yaitu jiwa-jiwa. Lukas 10:2. Saya akan coba gambarkan ekspektasi banyak orang percaya mengenai konsep “hamba Tuhan”. Jika seorang hamba Tuhan bekerja dalam Gereja dengan luar biasa, mereka seharusnya bisa menjangkau 1,000 orang setiap hari. Sedangkan seorang “jemaat” yang diperlukan adalah datang ke Gereja dan tidak perlu menjangkau siapapun, karena sudah ada hamba Tuhan yang melakukan penjangkauan.
Pemikiran ini salah! Seseorang mungkin nampaknya luar biasa dalam penjangkauan, tetapi itu tidak dapat mengalahkan keterlibatan orang lain yang secara konsisten menjadikan orang lain penjangkau jiwa sama seperti dirinya. Sebut saja “A” adalah pelayan Tuhan di Gereja yang mampu menjangkau 1,000 orang per hari, pada tahun ke-4 jika ia konsisten maka A menjangkau 1,460,000 orang. Namun ada juga “B” yang tidak disebut hamba Tuhan atau pelayan Tuhan di Gereja. Ia menjangkau hanya 2 orang dalam setahun, tetapi ia selalu memastikan bahwa 2 orang yang dijangkaunya kemudian akan menjangkau masing-masing 2 orang lain. Maka pada tahun ke-4 jika ia konsisten, ia akan menjangkau 80 orang.
Secara statistik tentu saja akan lebih fenomenal angka yang dicatatkan A dibandingkan B. Namun mari kita lihat angka A di tahun ke-8 (2,920,000 orang) dibandingkan dengan B (6,560 orang). Tunggu sebentar di sini, kalau kita asumsikan mereka konsisten (A menjangkau 1,000 orang per hari dan B menjangkau 2 orang per hari) kita akan tercengang melihat hasil dari tahun ke-16. Pada tahun ke-16 A yang sibuk menjangkau tetapi karena sibuknya menjangkau 1,000 orang per hari ia tidak sempat meminta dan mengajari 1,000 orang itu untuk menjangkau lagi dan puas hanya dengan melihat mereka duduk manis di Gereja. Sedangkan B terus memastikan 2 orang yang dijangkaunya kembali menjangkau 2 orang lain. Angka yang dihasilkan penjangkauan A di tahun ke-16 adalah 5,840,000 orang, sedangkan B di tahun ke-16 menjangkau 43,046,720 orang! Tujuh kali lipat hasil penjangkauannya.
Tentu saja saya tidak ingin kita terjebak melihat jiwa-jiwa bagi Kristus dalam angka. Tapi saya ingin setidaknya kita semua yang hadir melihat pentingnya kerinduan untuk menjangkau orang lain untuk setidaknya dikenalkan pada pribadi Yesus dan lakukan itu dengan konsisten, dengan tidak muluk-muluk, tapi dengan kasih akan jiwa-jiwa seperti ketika Yesus melihat orang-orang di Markus 6:34.
Saya ingin menutup dengan menggambar tiga lingkaran. Kalau tidak salah saya pertama kali melihat ini di khotbah Ps.Kong Hee dari Singapura. Lingkaran pertama adalah “komunitas Gereja”, lingkaran kedua adalah “komunitas dunia” dan lingkaran ketiga adalah “komunitas pengambil kebijakan”. Kita mungkin minimal menghabiskan waktu dua jam di lingkaran pertama. Berarti ada 22 jam yang kita habiskan di lingkaran lain.
Mau sampai kapan kita berpangku tangan dan menyebut diri “saya bukan hamba Tuhan, saya jemaat biasa”? Setiap kita punya kesempatan, mulai dari satu atau dua orang per hari yang kita jangkau. Biar benar-benar kita menjadi Gereja yang “Mengasihi, Melayani, dan Memperlengkapi”. Saya percaya di akhir hidup kita akan ada suara yang berkata:
“Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu.” (Matius 25:21)
GodblesS
JEFF