DAMAI BAGI DUNIA (Lukas 2:14)

Munculnya malaikat kepada para gembala di padang daerah Betlehem selalu menjadi bagian tidak terpisahkan dari kisah Natal. Kisah ini pun memberi pengharapan bagi kita, bahwa kehadiran Yesus tidak dibatasi oleh status sosial dan perbedaan-perbedaan lain. Kita tahu kabar kelahiran “Raja Orang Yahudi” ini didengar mulai dari istana, sampai kepada padang belantara. Kepada yang kaya sampai kepada yang sederhana.

Menariknya ada suatu nyanyian Bala Tentara Sorga yang begitu mencengangkan tetapi juga membawa pesan pengharapan yang lain lagi. Mereka bernyanyi: “Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya.” Lukas 2:14.

“Damai sejahtera di bumi” adalah sebuah pesan pengharapan. Mengapa? Karena bumi dan dunia manusia yang menempatinya ada dalam kondisi yang kacau. Bumi butuh intervensi Surga untuk merestorasinya, mengembalikannya pada tujuan awal ia diciptakan. Intervensi, atau “campur tangan”,  Illahi membawa kepada sesuatu yang lebih baik. Suatu masa pernah ada dimana manusia belum diciptakan, dan bumi belum berbentuk (kacau). Kejadian 1:2. Namun intervensi Illahi hadir, minggu penciptaan, menjadikan yang belum berbentuk, kosong, dan gelap gulita, kemudian memiliki bentuk, berisi, dan diwarnai terang.

Kalau kita melihat apa yang terjadi sekarang terhadap bumi kita, kita bisa lihat betapa eksploitasi bumi dan penggunaan energi yang berlebihan membawa pada kehancuran perlahan pada bumi. Manusia yang menempati bumi mengambil peran didalamnya dengan menciptakan dunia penuh dengan kegelapan dan kekosongan. Kegelapan bukan karena tidak ada penerangan, tetapi kegelapan hati. Demikian juga, kekosongan bukan karena tidak ada yang dibangun, tetapi kekosongan arti.

Dunia manusia yang kacau ini bukan produk dari jaman modern ini saja. Kehancuran ini sudah dimulai sejak manusia jatuh kedalam dosa. Jatuhnya manusia, menariknya, ditandai dengan hilangnya damai sejahtera dalam diri manusia. Kejadian 3:8. Mereka yang biasa berinteraksi dengan Allah, kini menjauhi DIA. Seringkali kita juga memiliki pola pikir, bahwa Allah itu adalah Allah yang pemarah, sehingga kita memilih “menjaga jarak” dengan DIA, supaya setidaknya “merasa lebih damai”. Namun ini semu, semakin menjauh kita dari Allah, semakin kita kehilangan sumber damai itu. Inilah yang berusaha direstorasi dengan kedatangan Yesus ke dunia. Kehadiran Yesus membuktikan Tuhan bukanlah Allah yang pemarah.

Mengenai Tuhan bukanlah Allah yang pemarah kita sebenarnya bisa temukan dari ayat-ayat di Kejadian 3 tadi:

  • Saat manusia bersembunyi, Allah berinisiatif mencari. Kejadian 3:9.
  • Saat manusia bertelanjang, Allah menutupinya dengan mengorbankan hewan. Kejadian 3:21.

Korban inilah yang kemudian digenapi, juga oleh kehadiran Yesus ke bumi. Itulah kenapa Yesus juga disebut Anak Domba Allah. Karena Allah memperdamaikan manusia dengan curahan darah Yesus di atas kayu salib, yang dimulai dengan Natal: kelahiran Sang Damai. Ini dilakukannya bahkan saat manusia menjauhi dan memusuhiNYA. Kolose 1:20-22.

Sang Damai itu membawa Damai sejahtera yang sejati. Ini tidak sama dengan damai sejahtera yang dunia tawarkan, karena ada tertulis di Yesaya 59:8 tentang manusia yang tidak mengenal damai. Mereka bicara tentang damai tetapi menerapkan ketidakadilan dan menempuh jalan yang tidak lurus. Tetapi Damai Sejahtera Illahi itu menjadi bagian mereka yang berkenan kepada Allah, ini yang menjadi kerinduan Allah. Bandingkan kebalikannya di Yesaya 48:22.

Apa yang dikatakan Yesus, Sang Damai yang lahir ke dunia, ini? Yohanes 14:27. Damai sejahtera diberikan kepada kita, sama seperti yang disampaikan malaikat ±33 tahun sebelum perkataan di ayat ini diucapkan Yesus. Namun menarik, Yesus mengulang kembali tentang damai sejahtera ini dengan berkata: “Damai SejahteraKU kuberikan bagimu…” Yesus mengatakan ini di akhir-akhir masa hidupnya di dunia, IA meninggalkan warisan yang begitu berharga, yaitu Damai Sejahtera Illahi.

Lalu mengapa IA menyebutkannya sebanyak 2 kali? Ada komentator Alkitab yang berkata bahwa pengulangan ini artinya damai sejahtera yang penuh, yang utuh. Dalam budaya Ibrani kata “shalom”, yang dalam ayat diatas dipakai kata “eirene” (karena Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa Yunani), itu berarti damai yang penuh, utuh, lengkap. Sehingga saya melihat inilah kepenuhan damai sejahtera itu, bahwa kita diperdamaikan dengan Allah di Surga, atas kesalahan-kesalahan kita, demikian kita juga diminta menjaga damai diantara sesama manusia.

Seperti yang saya sempat sebutkan diatas Yesus menyampaikan tentang damai sejahtera ini di depan murid-muridNYA, supaya mereka, dan kita semua yang belakangan menjadi murid Yesus terus ada dalam damai dengan sesama kita, bukan saja yang mengasihi kita, bahkan yang memusuhi kita (Lukas 6:27). Pada akhirnya damai sepenuh, yaitu damai dengan Allah dan damai dengan sesama ini, sejalan dengan Hukum Terutama yang Yesus juga sampaikan: Kasihilah Tuhan Allahmu dan Kasihilah sesamamu. Matius 22:37-40.

GodblesS

JEFF

Advertisement

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s