Tanda Ajaib.

Malam hari ini saat saya membaca kata pengantar dari tulisan Wolfgang Simson, saya mulai berpikir mengenai mujizat dan manifestasi dari perbuatan-perbuatan ajaib Allah.

Saya mulai berpikir mengapa Tuhan tidak serta merta saja memberikan kuasa mujizat itu pada setiap orang percaya yang bekerja dalam 5 jawatan pelayanan rohani:

Gembala, Penginjil, Pengajar, Nabi, Rasul.

Bukankah itu akan membawa begitu banyak orang yang belum percaya menjadi tercengang, dan percaya kepada Allah yang benar?

Sebenarnya sudah berusaha menjawab pertanyaan ini dalam salah satu ringkasan khotbah mengenai “Chiristian Mentality” atau Mentalitas Kristen. Saya mempelajari dalam Alkitab bahwa mujizat-mujizat yang dilakukan Yesus tidak serta merta membuat seseorang kemudian menjadi percaya dan mengikut Yesus dengan setia apapun konsekuensinya.

Namun sebaliknya dari 5000 lebih orang yang menyaksikan bahkan menikmati mujizat pelipat gandaan 5 roti dan 2 ikan, hanya sekitar 500 orang yang berkumpul sampai saat akhir Yesus di muka bumi, yaitu saat kenaikanNYA ke Surga.

Demikian juga ada

sepuluh orang kusta yang disembuhkan oleh Yesus namun hanya 1 orang saja – dari 10 yang disembuhkan itu – kembali kepada Yesus untuk mengucap syukur.

Bukan saya pesimis dengan yang ke-9 lainnya. Tetapi jika untuk suatu peristiwa yang mengubah hidup mereka secara drastis saja mereka tidak punya waktu sebentar untuk kembali. Saya tidak yakin mereka akan menjadi seorang pengikut setia Yesus.

Sementara itu, seorang murid yang mengikut Yesus selama kurang lebih tiga setengah tahun, dan menyaksikan mujizat demi mujizat demi mujizat. Tetap tidak teryakinkan bahwa DIA adalah Juru Selamat. DIA tetap pada cara pandangnya yang kerdil bahwa seorang Mesias seharusnya perkasa dan cukup kuat untuk menjadi seorang pahlawan bangsa dibawah penjajahan bangsa asing.

Sehingga ketika itu semua tidak terjadi ia membuka celah untuk Iblis menguasai hatinya dan menjual Yesus untuk ditangkap.

Jadi jika Yesus saja yang melakukan mujizat dan tanda ajaib di masa hidupNYA ditolak mentah-mentah oleh sebagian besar umat pilihanNYA. Apakah kita berpikir bahwa kita akan diberi kuasa mujizat oleh DIA hanya untuk meyakinkan orang lain untuk mengikut Yesus? (Tolong kalimat terakhir ini dibaca baik-baik, karena saya sungguh percaya akan mujizat, namun kita harus berhati-hati menjawab sesuatu dibalik mengapa Tuhan melakukan suatu mujizat).

Pada catatan khotbah yang sama saya menuliskan bahwa “tidak ada intan yang terbentuk secara instan”. Kembali lagi, bukan saya berusaha skeptis mengenai mujizat, namun apakah sebenarnya kita sudah mengerti benar konsep dan “sistem kerja” mujizat Illahi?

Apakah mujizat itu diberikan kepada setiap orang, dan kemudian harus nampak dalam tindakan-tindakan demonstratif supaya orang lain yang melihatnya menjadi pengikut setia Yesus? Atau ada tujuan lain mengapa ada mujizat disini dan tidak terjadi disana? Atau mungkin ada hubungannya dengan kalimat Tuhan yang tercatat demikian:

“Aku akan memberi kasih karunia kepada siapa yang KUberi kasih karunia dan mengasihani siapa yang KUkasihani”

Disinilah kemudian kita berhadapan dengan Kasih Karunia Allah. Dimana manusia tidak bisa menuntut apapun karena kita adalah ciptaan.

“Dimanakah engkau, ketika Aku meletakkan dasar bumi?”

Jika Allah bertanya seperti itu apalah arti kita manusia, ciptaan saja, debu tanah saja.

Saya sadar seringkali kita berpikir mengenai keadilan, hak asasi manusia, dan kesetaraan. Percayalah, ketika kita bicara tentang hubungan antara Tuhan dan manusia itu juga berarti hubungan antar Pencipta dengan ciptaanNYA.

Dapatkah yang dibentuk berkata kepada yang membentuknya:
“Mengapakah engkau membentuk aku demikian?”

Kita tidak bisa membawa standar keadilan manusia yang begitu lemah dan tidak sempurna. Keadilan yang begitu tidak adil, dan kemudian mengenakannya kepada DIA, Tuhan, Pencipta. Di catatan khotbah yang lain saya menuliskan bahwa alasan terutama kitab Ayub dituliskan adalah untuk menyatakan bahwa: MANUSIA TIDAK TAHU APA-APA. Terutama apa yang terjadi di pikiran Tuhan. Bayangkan untuk mengetahui pikiran sesama manusia secara tepat saja manusia tidak bisa benar-benar berhasil. Apalagi mengenali pikiran Tuhan.

Karena itulah saya percaya mujizat ada juga untuk menjadi cara menyatakan bahwa

AKULAH AKU, Tuhan.

Apakah itu harus terjadi disaat seseorang memintanya? Jawabannya, itu bisa terjadi, namun kalaupun itu tidak terjadi bukankah IA tetap TUHAN?

GodblesS
JEFF

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s