REIMAGINE

Amsal 18:11

Membayangkan sesuatu bukan suatu dosa, tetapi bisa membawa kepada dosa. Ketika bayangan itu membawa kepada perilaku yang berlawanan dengan kehendak Allah, itu adalah dosa. Kejadian 4:7. Demikian juga kalau bayangan itu membawa pada keinginan untuk memiliki, menguasai, menikmati yang bukan miliknya. Matius 5:27-28.

Kata “imagine” dalam Alkitab bisa diterjemahkan ke beberapa istilah bahasa Indonesia. Kali ini saya ambil dari Good News Bible (GNB), tiga ayat berikut mengandung kata “imagine” dalam bahasa Inggris, dan diterjemahkan ke bahasa Indonesia menjadi tiga kata yang berbeda:

  • “Kira” (Ester 4:13)
  • “Merancangkan” (Mazmur 41:8)
  • “Anggapan” (Amsal 18:11)

Sehingga tepat kalau kemudian kata “reimagine” mengandung arti membentuk konsep baru, atau perkiraan baru, rancangan baru, atau anggapan baru. Kapanpun kita memasuki sesuatu yang baru harusnya kita berusaha memiliki konsepsi yang baru ini.

Menariknya di Sekolah kita belajar Biologi yang membahas tentang “konsepsi”. Konsepsi adalah istilah biologis untuk suatu percampuran inti sel jantan dan inti sel betina, keduanya bertemu dan disebut pembuahan.

Hasil pembuahan ini bukan lagi sel jantan atau sel betina yang sebelumnya tetapi bentuk yang baru. Demikian juga dalam kita memasuki sesuatu yang baru, harus ada konsep baru yang muncul.  Konsep yang baru ini berasal dari gabungan pengalaman sebelumnya dengan tantangan / kesempatan di masa depan.

Contohnya seperti ini, sepanjang tahun lalu Anda mengalami kegagalan dalam mencapai nilai yang memenuhi SKL (Standar Kompetensi Lulusan) mata pelajaran Bahasa Inggris. Sementara di tahun yang baru ada kesempatan lagi untuk mengulang mata pelajaran yang sama, dan Anda mengetahui ada teman sekelas yang pintar Bahasa Inggris.

Munculkan konsep baru tentang Bahasa Inggris bahwa Anda bisa menyelesaikannya dengan cara belajar yang baru. Berarti konsep lama belajar Bahasa Inggris yang “seadanya” digantikan konsep baru yaitu mempelajari kosakata Bahasa Inggris lebih serius dengan belajar bersama dengan teman yang pintar Bahasa Inggris itu, sehingga terbentuk kebiasaan baru.

Hal ini berlaku di semua konsep lama yang menurut Anda tidak lagi berhasil. Cara melayani yang lama, cara komunikasi yang lama, cara menghabiskan waktu yang lama, dan lain sebagainya. Bayangkan diri Anda menjadi manusia baru, memulai dengan yang baru. Pikirkan cara lebih dekat dengan Tuhan, bukan dengan “idol” favoritmu. Bayangkan hidupmu berubah dengan Tuhan.

Kalau Anda dulu berpikir bahwa di dalam Kristus berarti masih bisa menyimpan hal yang lama, mari berpikir ulang, buat konsep baru bahwa Anda akan menanggalkan yang lama dan menyambut yang baru dengan melakukan hal-hal baru di dalam Kristus. 2Korintus 5:17. Ayo punya SLO (Semangat baru, Langkah Baru, dan Optimisme baru). Yesaya 42:9-10.

KUAT DAN PENUH HIKMAT

Lukas 2:40

Selamat Natal sekali lagi untuk semua jemaat meskipun tanggal 25 Desember sudah lewat. Tetapi tentu saja seperti perkataan yang sering kita dengar “seharusnya kita merayakan kehadiran Yesus setiap hari”. Dalam kisah Natal kita melihat banyak dimensi seperti:

  • Panggilan – Maria diberi kabar bahwa ia akan mengandung Yesus.
  • Rencana Allah – Betlehem menjadi tempat lahirnya Mesias.
  • Pilihan – Yusuf mengambil Maria menjadi istrinya.
  • Ketaatan – Orang Majus mengikuti peringatan jangan kembali ke Herodes.
  • Pertumbuhan – Dari bayi yang lemah, ke anak yang kuat dan penuh hikmat.

Jadi mari kita merayakan kehadiran Yesus tahun ini dengan membahas tema Natal Mahanaim 2021: Kuat dan Penuh Hikmat.

Rekan-rekan Mahanaim Worship di masa pandemi ini berusaha memberkati jemaat dengan lagu demi lagu yang diperkenalkan tiga bulan terakhir. Tetapi sesuai dengan tema “Kuat dan Penuh Hikmat” lirik yang ditulis dan dinyanyikan mengingatkan kita untuk terus mengandalkan Yesus yang kuat dan penuh hikmat.

Kalau kita membaca Yesaya 9:5 kita menemukan nubuatan tentang Yesus yang disebut Allah yang Perkasa (IA kuat) dan Penasihat Ajaib (IA penuh hikmat). Kedua hal ini adalah kombinasi yang luar biasa. Seseorang yang memiliki keduanya adalah manusia ilahi, dan Yesus adalah manusia ilahi ketika IA ada di muka bumi.

Tetapi kalau memang kita ingin menjadi sama seperti Yesus maka menjadi kuat dan penuh hikmat seharusnya masuk dalam “Christmas Wishlist” kita. Seperti ketika kita masuk ke dalam toko konvensional atau ketika kita masuk ke toko virtual, demikianlah setiap kita masuk ke masa Natal. Apa yang kita inginkan di Natal 2021?

Apakah Anda ingin menjadi kuat? Dalam bahasa aslinya kata “kuat” di Lukas 2:40 bisa berarti “menjadi kuat” dan “makin kuat”. Ini yang kita butuhkan dalam mengakhiri tahun ini dan memasuki tahun yang baru. Mari kita membaca dan mencermati apa yang dikatakan pemazmur di dalam Mazmur 84:5-8.

Inginkah Anda menjadi penuh hikmat? Hikmat dalam Lukas 2:40 mengandung pengertian kebijaksanaan, pengertian, kecerdasan, yang datang dari Allah. Ini bukan kecerdasan yang dinilai dengan angka. Tetapi bagaimana Anda bisa mendayagunakan pengetahuan Anda untuk sesuatu yang lebih baik. 1Raja-raja 3:16-28.

Yesus selama di bumi menunjukkan IA semakin kuat saat IA menyelesaikan masa puasa (40 hari 40 malam) dan pencobaan di padang gurun. Matius 4:1-11. Demikian juga Yesus menunjukkan bahwa IA penuh hikmat saat IA membungkam ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi di Yohanes 8:2-11.  

Saya harap Anda menjadi makin kuat dengan memuji Tuhan dan selalu rindu untuk ada dalam Rumah Tuhan (Mazmur 84:5-6, Lukas 2:49). Demikian Anda penuh hikmat dengan memahami bahwa semuanya adalah dari Allah (1Raja-raja 3:6-8, Yohanes 17:7). Tuhan Yesus memberkati.

BERAPA LAMA LAGI?

Matius 11:2-6.

Dalam situasi yang sulit dan nampaknya tidak menentu akan sangat mudah bagi kita untuk menjadi frustrasi. Apakah itu berhubungan dengan akhir zaman, dengan pandemi, atau dengan hubungan romantis. Untuk milenial pasti ingat dengan penggalan lirik “harus berapa lama aku menunggumu…” yang pernah dinyanyikan salah satu penyanyi dan band papan atas Indonesia.

Yohanes Pembaptis pernah ada dalam situasi tersebut. Saat ia ada di dalam penjara karena kebencian Herodes kepadanya (Matius 14:3), ia mengirim pesan kepada Yesus untuk mempertanyakan kejelasan status Yesus. Padahal sebelum ia dipenjara tercatat di Yohanes 3:26-36 tentang kesaksian Yohanes Pembaptis mengenai perannya dan mengenai Yesus.  

Ini yang menjadi menarik untuk kita pelajari bahwa seseorang bisa saja menjadi kecewa dan menolak Yesus, meskipun panggilan Allah begitu nyata dalam dirinya. Hal ini selaras dengan yang pernah disampaikan Gembala tentang “bintang besar” yaitu antikristus. Dimana ia sebelumnya adalah hamba Tuhan yang luar biasa, namun ia menjadi pahit (apsintus).

Jadi apa yang seharusnya kita lakukan adalah bukan bertanya “berapa lama lagi”? Tetapi mengambil keputusan untuk berjaga-jaga. Karena Yesus sebenarnya sudah dengan jelas mengatakannya di ayat-ayat yang kita kenal sebagai berikut:

Matius 24:42  Karena itu berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu pada hari mana Tuhanmu datang.

Matius 25:13  Karena itu, berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu akan hari maupun akan saatnya.”

Matius 26:41  Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah.”

Bukankah sebenarnya hal tentang berjaga-jaga ini sudah kita pelajari selama pandemi? Ingat kata-kata ini “jangan lengah pandemi belum usai”? Demikian juga dengan kedatangan Tuhan, kita tetap harus berjaga-jaga, meskipun dalam 1Petrus 3:3-4 akan muncul ejekan-ejekan mengenai kedatangan Tuhan ini.

Ada hal lain yang dapat kita pelajari selama pandemi, ini muncul di artikel yang sempat dibaca oleh istri saya tentang virus corona di tahun 2021. Pada akhir artikel tertulis kalimat, “Pelajaran dari pandemi adalah Anda tidak bisa selalu menunggu sampai Anda memiliki semua jawaban.”[1]

Kita harus mulai bergerak meskipun belum mengerti gambaran besarnya. Saya selalu teringat  ilustrasi perjalanan kita untuk mengerti rencana Allah adalah seperti “action role-playing game (RPG)”. Anda bergerak dan dalam perjalanannya Allah akan membukakan hal-hal baru, sama seperti kisah Abram yang dipanggil Tuhan (Kejadian 12:1).

Dalam kisah Natal Maria tidak sepenuhnya mengerti maksud Allah tetapi ia tetap taat dan melangkah ke masa depan. Ia mendengar sesuatu yang mengherankan dari para gembala (Lukas 2:19) dan dari Yesus ketika IA berusia 12 tahun (Lukas 2:51). Tetapi Maria tetap berjaga sampai karya keselamatan itu menjadi nyata. Lihat lirik lagu “Mary, Did You Know?”

Percayalah bahwa Allah tidak merancangkan yang jahat bagi kita. Yesus sendiri berdoa demikian bagi kita meskipun kita dibenci oleh dunia karena firman Allah yang ada dalam kita. Yohanes 17:14-15. Yesus meminta kita untuk memperingati dan memberitakan karyaNYA di salib sampai IA datang Kembali. 1Korintus 11:23-26. Tapi sampai berapa lama lagi?

Sampai semua firmanNYA digenapi. Kita sudah mendengar mengenai meterai, sangkakala, dan cawan murka Allah. Kalau Anda tetap berjaga-jaga, melangkah menuju kedewasaan rohani, maka Anda akan menjadi Mempelai Wanita Kristus. Mereka yang menikah bukanlah anak-anak yang hanya berpikir tentang kesenangan, fokus pada yang terlihat, dan mudah teralihkan.

Setialah dan hiduplah dalam firmanNYA karena firman Allah adalah kebenaran. Yohanes 17:17.


[1] “Omicron, nama varian baru virus corona di Afsel ‘yang bermutasi sangat cepat’”, James Gallagher, diakses 27 November 2021, https://www.bbc.com/indonesia/dunia-59426212?utm_campaign=later-linkinbio-bbcindonesia&utm_content=later-22630089&utm_medium=social&utm_source=linkin.bio.

YUDAS ATAU YESUS?

Ulangan 30:19

Saya sadar Anda pasti sudah sering mendengar bahasan firman Tuhan tentang pilihan. Menentukan pilihan yang tersedia bisa jadi begitu jelas, tetapi bisa juga sedikit kabur atau ambigu. Namun tetap saja manusia adalah mahluk yang kompleks dan membuat suatu pilihan dengan pertimbangan-pertimbangan yang begitu beragam.

Manusia membuat pertimbangan jauh lebih kompleks dari seekor binatang. Lebih dari sekadar bentuk stimulus – respons pada eksperimen Pavlov[1] manusia juga mengolah stimulus yang ditangkap indra. Hal ini dilakukan dengan melibatkan nilai-nilai yang mereka terima dan kini jadi bagian dari dirinya.

Nilai-nilai yang baik menentukan karakter dan kepribadian yang baik pula. Menariknya nilai-nilai ini dipilih, diusahakan dan secara konsisten diwujudkan dalam tindakan oleh seorang individu.[2] Sehingga seseorang secara sadar memilih nilai-nilai yang dipercayainya untuk menjadi pedoman dalam ia berperilaku.

Manusia belajar dari orang-orang yang ada di sekelilingnya. Orang yang tidak mengenal Allah akan membawa pengajaran yang berlawanan dengan kemauan Allah (Imamat 20:17-18). Sebaliknya orang yang dekat dengan Allah akan membawa pengajaran yang benar (2Raja-raja 12:2). Tetapi pada akhirnya seseorang harus memilih untuk melakukan sesuatu atau tidak.

Saya teringat tentang kesaksian seorang pejabat publik yang diingatkan istrinya untuk memilih ketika ia dihadapkan pada suatu dilema. Saat itu ia sudah menang dalam Pemilihan Kepada Daerah, tetapi dicurangi. Jika ia ingin tetap menang maka ia harus memberi uang suap, tetapi jika ia tidak melakukannya ia akan kalah dan semua usaha kampanyenya menjadi sia-sia.

Istrinya mengingatkan, apakah ia mau bertindak seperti Yudas (Iskariot) atau seperti Yesus? Ini sepertinya adalah pilihan yang jelas. Tentu saja semua orang Kristen mau bertindak seperti Yesus. Tetapi apa nilai yang melatarbelakangi tindakan Yudas, ketika ia memilih berlaku jahat dan mendapat sesuatu dengan cara khianat. Lalu apa nilai yang melatarbelakangi tindakan Yesus, ketika ia memilih untuk nampak “kalah” dan mendapat kemuliaan dengan cara taat pada Bapa.

Yudas adalah orang yang tidak bertanggung jawab dalam hal keuangan. Nilai hidupnya adalah keuntungan materi di atas tindakan yang jahat. Kisah Para Rasul 1:18. Bahkan ini diketahui oleh murid yang lain dan dicatat dalam Yohanes 12:6. Bisa dikatakan nilai yang dipegang oleh Yudas adalah “keuntungan diri sendiri”. Padahal arti namanya dalam bahasa Ibrani adalah sama dengan nama “Yehuda” yaitu “terpujilah/syukur pada Tuhan”. Kejadian 29:35.

Seringkali kita mengatakan bahwa kita ingin memuji Tuhan, kita diciptakan untuk menaikkan ucapan syukur pada Tuhan, dan banyak hal idealis lain. Tetapi memang pada akhirnya yang menentukan adalah nilai apa yang kita hidupi dan apa yang kita lakukan menunjukkan hal itu. Bisa saja terjadi label atau sebutan seseorang berbeda dengan apa yang keluar dari orang itu. Seperti seseorang yang mengisi botol bertulisan sabun cair untuk badan, namun yang keluar adalah sabun cair untuk cuci pakaian.

Ini yang menjadi masalah dalam pengiringan Yudas selama menjadi murid Yesus. Yesus pergi ke banyak tempat melakukan hal-hal yang baik. Kisah Para Rasul 10:38. Seharusnya Yudas pun menghasilkan perbuatan-perbuatan baik. Namun yang terjadi ia malah menghasilkan yang jahat. Ia menjadi seperti yang diajarkan Yesus tentang kemunafikan. Lukas 6:42-45.

Nama Yesus diberikan oleh Yusuf karena firman Tuhan yang diterimanya dalam mimpi. Yesus artinya “Allah menyelamatkan”. Matius 1:21. Keselamatan memang hanya datang di dalam nama Yesus.

Yesus memegang nilai yang berbeda dari Yudas. Sejak kecil IA tahu panggilanNYA untuk berada di Rumah Bapa. Lukas 2:49. Ukuran keberhasilanNYA bukan keuntungan pribadi yang bisa didapatkan. Yohanes 6:38. Namun bagaimana IA bisa melakukan rencana Bapa. Yohanes 12:25, 27. Lukas 22:42. Dengan mengerti hal ini kita bisa memahami dengan lebih baik mengapa Yesus menceritakan perumpamaan tentang talenta. Matius 25:14-30.

Sekarang pilihannya ada di tangan kita sebagai orang-orang percaya yang mendapat panggilan surgawi. Penting untuk memiliki rasa cukup dibanding mengejar kepuasan dari keinginan-keinginan pribadi kita. Untuk itu kita perlu untuk mengelilingi diri kita dengan orang yang tepat dan mulai bersyukur untuk setiap tugas yang dipercayakan Allah pada kita[3], lakukanlah dengan taat dan setia.


[1] Kevin R. Clark, EdD, R.T(R)(QM), “Learning Theories: Behaviorism,” Radtech Journal 90, no. 2 (Nov/Dec 2018): 172-173.

 

[2] Sri Wening, “Pembentukan Karakter Bangsa Melalui Pendidikan Nilai,” Jurnal Pendidikan Karakter 3, no. 1 (Februari 2012): 57-58.

[3] Mark and Debra Laaser, “The Seven Desire of Every Heart” (Zondervan: Grand Rapids, 2008), 122-125.

Hikmat Seorang Laki-laki

1 Raja-raja 5:10 “Demikianlah Hiram memberikan kayu aras dan kayu sanobar kepada Salomo seberapa yang dikehendakinya.”

1 Raja-raja adalah bagian Kitab Sejarah bangsa Israel, dituliskan untuk menjadi pelajaran bagi yang membacanya. Ada yang berkata bahwa Kitab ini ditulis oleh Nabi Yeremia. Namun kini banyak pakar Alkitab yakin itu bukan Yeremia, namun nabi lain yang hidup di zaman yang sama.

Tema dari kitab ini adalah kesejahteraan dari suatu bangsa ditentukan kesetiaan rakyat dan raja dari bangsa itu kepada Tuhan. Pada bagian awal kitab ini bercerita tentang kejayaan Israel di bawah kepemimpinan Salomo tetapi itu tidak bertahan lama. Tidak lama setelah kematian Salomo, Kerajaan terpecah menjadi dua, bahkan di akhir kitab ini Kerajaan Israel ada di ambang penaklukkan dan pembuangan. Mendengarkan Hukum Tuhan membawa berkat, namun meninggalkan Tuhan membawa hukuman. Ulangan 11:26-28.

Apa yang terjadi di 1 Raja-raja 5:

Ayat 6. Kerjasama antara Hiram dan Salomo. Hiram akan menyediakan kayu dari pohon aras dan Salomo akan menyediakan makanan bagi Istana Hiram (ayat 9). Kalau dihitung dengan hitungan yang kita kenal sekarang Salomo memberikan 7,2 juta liter gandum per tahun.

Kapan: Ayat 5. Perkiraan waktu saat Salomo membangun Bait Allah adalah di tahun 971 SM.

Dimana: Ayat 9. Kayu dari pohon-pohon di Libanon ditarik turun ke laut dan kemudian dihanyutkan dalam bentuk rakit ke Yafo dekat Yerusalem.  

Mengapa: Ayat 3-4. Salomo menjelaskan bahwa ayahnya tidak dapat mewujudkan mimpinya untuk membangun Bait Allah karena peperangan dan usaha untuk mengamankan kerajaannya. Hiram kemudian memuji Allah Israel meskipun ia tidak menjadikan Allah sebagai Allahnya. Salomo membutuhkan kayu untuk membangun Bait Allah dan ia membutuhkan jumlah yang sangat besar dan sumber kayu terbaik adalah dari Tirus.

Bagaimana: Ayat 13-18. Salomo kemudian merekrut banyak budak untuk menjadi pekerja, namun demikian nampaknya jumlah pekerja tidak cukup. Sehingga Salomo merekrut orang-orang Israel untuk menjadi budak rodi. Hal ini yang bisa menjadi alasan perpecahan kerajaan di masa Rehabeam, anak Salomo. Kebijakan-kebijakan ini sangat berlebihan, dan kisahnya bisa jadi berbeda jika ia tetap pada rencana awal ayahnya.

Pembangunan Bait Allah menjadi pencapaian yang menonjol di bawah pemerintahan Salomo, dan kita dapat melihat luar biasanya Bait Allah ini saat ditahbiskan.

Dengan hikmat yang dimilikinya Salomo membawa kedamaian dan kemakmuran bagi Israel. Namun beberapa kebijakannya membuat masyarakat terpecah. Salah satu ekses yang dibawa oleh kekayaan yang masuk ke Israel, Salomo memasukkan juga allah-allah lain ke Israel, dan juga isteri-isteri yang akhirnya menjauhkan ia dari Tuhan yang benar.

Memberi adalah suatu tindakan yang baik, namun jika itu dilakukan di atas kesengsaraan orang lain, itu adalah sesuatu yang tidak bijaksana. Ini adalah sesuatu yang ironis karena kita berbicara tentang seseorang yang penuh hikmat melebihi semua orang.

Yesus pernah memberi teguran keras pada orang-orang Farisi, karena mereka memberi persembahan namun mengabaikan tanggung jawab untuk memelihara orang tua mereka. Matius 15:4-6.

KEBERADAAN MANUSIA DAN PENDERITAAN

Kejadian 35:18

Dalam kehidupan ini ada pertanyaan-pertanyaan yang sering muncul dan perlu kita temukan jawabannya, setidaknya untuk diri kita sendiri. Abaikan pertanyaan-pertanyaan tidak penting yang sedang laku di tayangan televisi, seperti berapa tahun beda usia antara biru tua dan biru muda? Atau siapakah yang membunuh Laut Mati?

Namun ada pertanyaan lain yang lebih krusial, seperti mengapa saya ada? Apakah saya diciptakan untuk sesuatu? Ini adalah hal yang penting karena jawaban yang salah akan membawa pada cara hidup yang salah. Apa yang dipertaruhkan di sini adalah kehidupan kekal (Matius 25:46) yang ditentukan oleh Kristus sendiri (2Korintus 5:10).

Mengenai siksaan kekal (neraka) dan hidup kekal (surga) saya sudah pernah menyampaikan bahwa neraka tidak ada dalam rencana Allah bagi manusia. Tetapi memang disayangkan ada orang-orang yang memilih untuk tinggal di dalam gelap (anda bisa cek khotbah ini di http://www.gpdimahanaim-tegal.org tentang “Rencana Allah Bagi Anda” atau juga bisa dengan klik link ini).

Tentang Kristus yang akan menentukan apa yang kita peroleh dalam kekekalan, itu bukan berarti “untung-untungan”. Anda mendengar, percaya, dan melakukan sesuatu karena Anda punya misi (anda bisa cek khotbah ini di weblog saya tentang “Misi Kita di Dunia” atau juga bisa dengan klik link ini). Hal ini menjelaskan bahwa Anda diciptakan untuk sesuatu yang bisa dicapai.

Tetapi ada orang-orang yang tidak percaya misi itu, hidup sembarangan namun berharap mereka akan masuk ke dalam kekekalan. Mereka berlaku seperti ada kesempatan lain sesudah hari penghakiman itu. Kita akan belajar nanti bahwa hidup ini hanya akan berlangsung satu kali.

Lalu mengapa harus ada penderitaan dalam keberadaan manusia? Apakah Allah menciptakan penderitaan? Sebelum melihat ayat-ayat firman Tuhan mengenai penderitaan saya ingin membagikan dua ilustrasi berikut yang seringkali saya bagikan saat menjelaskan tentang kejahatan dan penderitaan yang terjadi atas dunia.

  1. Ilustrasi “Gelap versus Terang” dan “Dingin versus Panas”.
  2. Ilustrasi “Tukang Cukur Rambut”.

Ilustrasi-ilustrasi di atas menegaskan bahwa keberadaan Allah sangat menentukan keadaan manusia. Demikian juga manusia memiliki pilihan yang kemudian menentukan kondisinya. Kepercayaan-kepercayaan di luar Kristus memercayai konsep karma. Secara garis besar karma adalah sistem hidup berdasarkan pada perbuatan seseorang dan konsekuensi moral yang terjadi karena suatu pilihan perbuatan, khususnya di kehidupan yang tak terlihat[1], yaitu pada saat reinkarnasi atau kelahiran kembali.[2]

Karma tentu saja tidak sesuai dengan iman Kristen yang percaya bahwa hidup hanya satu kali (Ibrani 9:27) dan kemudian harus dipertanggungjawabkan pada Hakim segala hakim (Kristus). Wahyu 19:11. Tetapi kita percaya seseorang harus “menuai” apa yang ia “tabur” (2Korintus 9:6) dan seperti yang sudah dibahas di atas, “setiap orang memperoleh apa yang patut diterimanya” (2Korintus 5:10).

Hal ini termasuk apa yang diucapkan seseorang bisa “menuai” pembenaran atau malahan sebaliknya penghukuman. Matius 12:36-37. Jadi pastikan apa yang kita lakukan dan katakan adalah hal-hal yang baik dan membangun.

Kembali ke pembahasan mengenai pilihan. Anda bisa memilih untuk hidup di dalam gelap atau terang. Apakah penderitaan itu hilang sama sekali bagi mereka yang hidup di dalam terang? Menurut Alkitab jawabannya tidak. Anda tentu ingat keluhan dari pemazmur di Mazmur 73:13-14, dan peristiwa-peristiwa yang menimpa Paulus di 2Korintus 11:23-28.

Jadi penderitaan itu ada dan menimpa semua manusia. Tetapi bagi orang Kristen, penderitaan itu bisa menjadi sesuatu yang membanggakan Ketika Anda menderita karena Yesus (Kisah Para Rasul 5:41, Filipi 1:29), bukan karena perbuatan dosa dan perbuatan jahat (1Petrus 2:20, 3:17, 4:15). Penderitaan juga adalah bagian awal dari kemuliaan yang akan kita terima nantinya sebagai ahli waris dari janji-janji Allah (Roma 8:17, 1Petrus 5:10).

Pada akhirnya jika Tuhan mengizinkan kita mengalami penderitaan meskipun kita sudah mengambil pilihan untuk hidup dalam terang, jangan takut dan gentar, kebahagiaan akan menjadi bagian kita yang melakukan kebenaran. 1Petrus 3:14. Percayalah saat Anda memilih hidup yang kekal, penderitaan tidak akan menyentuh Anda lagi dalam kekekalan. Wahyu 7:16.  

GodblesS

JEFF


[1] Bruce R. Reichenbach, The Law of Karma (Hampshire & London: Macmillan, 1990), 1-3.

[2] Reichenbach, The Law of Karma, 11.

HAMBA: HATI UNTUK MELAYANI YESUS  

1Petrus 2:16

Salam jumpa untuk semua hamba Allah yang ada di tempat ini.

Seseorang yang disebut “hamba” mengabdi kepada tuannya, apapun konsekuensi yang harus diterima. Dalam bahasa asli Alkitab Perjanjian Baru kata “hamba” juga punya konotasi sebagai seorang pelayan. Pada kesempatan kali ini saya tidak akan meneliti kata-kata dalam bahasa aslinya. Tetapi mengenai kata ini saya akan sertakan tautan dari karya tulis dan artikel berikut ini (“Kepemimpinan Hamba” – Rachel Iwamorry, Ph.D., dan “Aku ini adalah Hamba Tuhan” – Herlise Yetty Sagala, D.Th., D.Min.). Sehingga dalam bahasan kali ini saya akan samakan antara seorang hamba dan seorang pelayan. Ini saya tegaskan di awal supaya yang mendengarkan mengerti mengapa saya tidak berusaha membahas dari sisi bahasa asli.

Bapak/ibu/saudara/saudari, konsep melayani telah menjadi standar teratas yang diharapkan oleh banyak orang dalam banyak aspek. Saat berbicara mengenai perdagangan, penyediaan jasa, pendidikan, pemerintahan, dan lain-lain. Bagi orang percaya yang sering disebut “christianos” (Kisah Para Rasul 11:26), konsep melayani adalah sesuatu yang tidak terpisahkan. Karena Yesus menegaskan maksud dan tujuan kedatanganNYA ke dunia adalah untuk melayani. Matius 20:28.

Rasul Petrus berusaha mengingatkan orang-orang percaya untuk menjalankan kemerdekaan di dalam Kristus bukan untuk berbuat kejahatan, tetapi untuk hidup sebagai hamba Allah. 1Petrus 2:16. Seorang hamba Allah atau pelayan Tuhan, tidak dibatasi oleh status yang diberikan suatu organisasi Gereja. Maksudnya mulai dari Gembala Jemaat, staf Gereja, pengurus Gereja, pelayan, dan aktivis. Bahkan seluruh jemaat yang sudah dimerdekakan oleh Kristus (Galatia 5:1), diminta oleh Rasul Petrus hidup sebagai hamba Allah.

Jika seseorang yang disebut hamba Allah atau pelayan Tuhan hanya dibatasi dengan definisi yaitu mereka yang melayani di Gereja. Maka kita akan terus akan kekurangan pekerja di ladang tuaian ilahi yaitu jiwa-jiwa. Lukas 10:2. Saya akan coba gambarkan ekspektasi banyak orang percaya mengenai konsep “hamba Tuhan”. Jika seorang hamba Tuhan bekerja dalam Gereja dengan luar biasa, mereka seharusnya bisa menjangkau 1,000 orang setiap hari. Sedangkan seorang “jemaat” yang diperlukan adalah datang ke Gereja dan tidak perlu menjangkau siapapun, karena sudah ada hamba Tuhan yang melakukan penjangkauan.

Pemikiran ini salah! Seseorang mungkin nampaknya luar biasa dalam penjangkauan, tetapi itu tidak dapat mengalahkan keterlibatan orang lain yang secara konsisten menjadikan orang lain penjangkau jiwa sama seperti dirinya. Sebut saja “A” adalah pelayan Tuhan di Gereja yang mampu menjangkau 1,000 orang per hari, pada tahun ke-4 jika ia konsisten maka A menjangkau 1,460,000 orang. Namun ada juga “B” yang tidak disebut hamba Tuhan atau pelayan Tuhan di Gereja. Ia menjangkau hanya 2 orang dalam setahun, tetapi ia selalu memastikan bahwa 2 orang yang dijangkaunya kemudian akan menjangkau masing-masing 2 orang lain. Maka pada tahun ke-4 jika ia konsisten, ia akan menjangkau 80 orang.

Secara statistik tentu saja akan lebih fenomenal angka yang dicatatkan A dibandingkan B. Namun mari kita lihat angka A di tahun ke-8 (2,920,000 orang) dibandingkan dengan B (6,560 orang). Tunggu sebentar di sini, kalau kita asumsikan mereka konsisten (A menjangkau 1,000 orang per hari dan B menjangkau 2 orang per hari) kita akan tercengang melihat hasil dari tahun ke-16. Pada tahun ke-16 A yang sibuk menjangkau tetapi karena sibuknya menjangkau 1,000 orang per hari ia tidak sempat meminta dan mengajari 1,000 orang itu untuk menjangkau lagi dan puas hanya dengan melihat mereka duduk manis di Gereja. Sedangkan B terus memastikan 2 orang yang dijangkaunya kembali menjangkau 2 orang lain. Angka yang dihasilkan penjangkauan A di tahun ke-16 adalah 5,840,000 orang, sedangkan B di tahun ke-16 menjangkau 43,046,720 orang! Tujuh kali lipat hasil penjangkauannya.

Tentu saja saya tidak ingin kita terjebak melihat jiwa-jiwa bagi Kristus dalam angka. Tapi saya ingin setidaknya kita semua yang hadir melihat pentingnya kerinduan untuk menjangkau orang lain untuk setidaknya dikenalkan pada pribadi Yesus dan lakukan itu dengan konsisten, dengan tidak muluk-muluk, tapi dengan kasih akan jiwa-jiwa seperti ketika Yesus melihat orang-orang di Markus 6:34.

Saya ingin menutup dengan menggambar tiga lingkaran. Kalau tidak salah saya pertama kali melihat ini di khotbah Ps.Kong Hee dari Singapura. Lingkaran pertama adalah “komunitas Gereja”, lingkaran kedua adalah “komunitas dunia” dan lingkaran ketiga adalah “komunitas pengambil kebijakan”. Kita mungkin minimal menghabiskan waktu dua jam di lingkaran pertama. Berarti ada 22 jam yang kita habiskan di lingkaran lain.

Mau sampai kapan kita berpangku tangan dan menyebut diri “saya bukan hamba Tuhan, saya jemaat biasa”? Setiap kita punya kesempatan, mulai dari satu atau dua orang per hari yang kita jangkau. Biar benar-benar kita menjadi Gereja yang “Mengasihi, Melayani, dan Memperlengkapi”. Saya percaya di akhir hidup kita akan ada suara yang berkata:

Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu.” (Matius 25:21)

GodblesS

JEFF

MASALAH DOSA DAN SOLUSI ILAHI

Kejadian 3:17.

Pada tahun 2021 ada berita tentang penarikan produk beberapa merk mobil. Hal ini dikarenakan ada beberapa masalah di komponen mobil tersebut. Masalah yang terus dibiarkan akan berakibat pada kerusakan yang bisa membahayakan. Karena itu produsen mobil kemudian berusaha memberitahukan masalah yang dihadapi konsumen, beserta solusinya.

Allah sebagai pencipta dari seluruh manusia juga melakukan pemberitahuan yang sama. Masalah yang terjadi bukan karena ada anggota tubuh kita yang tidak berfungsi normal. Tetapi karena hati manusia mengalami masalah yang bisa membahayakan. Masalah itu adalah dosa, yang berasal dari tiadanya filter dari pengaruh luar dan dari kurangnya komitmen terhadap perintah Allah.  

Akibat dan – di saat yang sama – gejala dari keberadaan dosa dalam hidup manusia adalah sebagai berikut:

  1. Kehilangan arah tujuan hidup. 1Korintus 9:26.
  2. Kesalahan penggunaan ucapan. Efesus 4:29.
  3. Lupa akan asal usul. Filipi 3:19-20.
  4. Kehilangan damai dan sukacita. Yakobus 3:18. Kejadian 4:6-7.
  5. Ketamakan dan perilaku merusak. Lukas 12:15.
  6. Depresi dan kebingungan. Filipi 4:7-8.
  7. Ketakutan. 1Yohanes 4:18.
  8. Penyembahan berhala. 1Petrus 4:3.
  9. Pemberontakan. 2Timotius 3:2-4.
  10. Kemabukan. Efesus 5:17-18.

Menarik sekali di poin kesepuluh Rasul Paulus menuliskan apa yang harusnya dilakukan sebagai keterbalikan dari kemabukan yaitu “penuh dengan Roh”. Hal ini sebenarnya akan menjauhkan kita bukan saja dari kemabukan tetapi juga dari kesembilan hal yang menunjukkan keberadaan dosa dalam hidup kita. Mengacu pada apa yang tertulis di Galatia 5:16.

Dengan mengenal Tuhan Yesus dan karyaNYA jalan bagi kita terbuka untuk mendapat anugerah ilahi yaitu “segala sesuatu yang berguna” (2Petrus 1:3) dan “janji yang berharga”. Hal-hal ini membuat kita mengambil bagian dalam kodrat ilahi dan luput dari hawa nafsu dunia (yaitu perbuatan daging manusia). 2Petrus 1:4.

Semua hal ini mengacu pada pekerjaan Roh Kudus dalam hidup manusia. Roh Kudus adalah kuasa (Kisah Para Rasul 1:8), membantu kita dalam kelemahan (Roma 8:26), mengajarkan dan mengingatkan kita (Yohanes 14:26). Itulah mengapa hari ini kita mengingat bahwa semua masalah yang mengancam pengikut Yesus yang sejati sudah diselesaikan di kayu Salib. Namun lebih dari itu kita butuh Roh Allah yang memampukan kita terbebas dari Kembali berurusan dengan masalah dosa ini.

RUSAK  

Manusia diciptakan dengan kesempurnaan, kalau diibaratkan benda maka kita adalah benda yang paling mulia. Sayangnya dosa membuat kita menjadi rusak! Sekarang kita mengenal kutipan “tiada manusia yang sempurna” karena memang seperti yang dituliskan dalam Roma 3:23 bahwa semua manusia sudah kehilangan kemuliaan Allah. Jadi tidak mungkin seseorang dalam dunia ini ada dalam keadaan sempurna.

Mari bayangkan skenario ini, kalau ada penjual menawarkan suatu barang yang mudah rusak untuk Anda, apalagi kalau barang itu harganya mahal, ada besar kemungkinan Anda tidak menginginkannya. Mengenai barang komersil, tahukah Anda bahwa ada satu opini yang menyatakan bahwa semua barang komersil dibuat tidak begitu tahan lama, supaya orang terus membeli barang baru? Salah satu contoh yang mendukung opini ini adalah adanya lampu yang tidak pernah padam di California.

Kembali mengenai sesuatu yang mudah rusak, kalau Anda tidak menginginkannya lalu mengapa ada saja orang yang membeli barang yang mudah rusak itu? Tentu saja ada alasan yang kuat mendorong orang itu untuk tetap membeli. Mungkin karena memang kebutuhan, atau karena tidak ada pilihan, atau bisa jadi karena orang itu adalah sultan.

Tetapi bolehkah saya tambahkan satu alasan yang memungkinkan seseorang untuk membeli suatu barang yang mudah rusak. Karena orang itu menyukainya. Benar sesederhana itu, seseorang yang memiliki segalanya, tetapi karena cintanya pada barang atau benda itu. Ia mau membayar mahal untuk membeli atau menebusnya.

Beberapa dari Anda tentu sudah tahu saya akan membicarakan apa dan siapa. Allah adalah pencipta segalanya, manusia adalah ciptaanNYA. Allah begitu mengasihi kita, tetapi kita kemudian menjadi ciptaan yang rusak oleh dosa. Oleh Paulus di surat Roma yang tadi sudah dibahas kita disebut “kehilangan kemuliaan Allah”. Sama seperti benda penerang yang kehilangan cahayanya, manusia kehilangan kondisinya yang serupa dengan Allah.

Allah kemudian berusaha untuk memperbaiki yang rusak tersebut namun di saat yang sama kita terjual dalam kuasa dosa. Hal ini yang kemudian membuat kita harus ditebus. Saya pernah menyampaikan tentang kisah Hosea dan Gomer, saya akan membuat versi singkatnya dengan tabel di bawah ini.

Kondisi  Titik Balik
Gomer hidup sebagai perempuan sundal yang statusnya rendah.  Orang yang statusnya tinggi “nabi Allah” (Hosea) yang kemudian memperistrinya bahkan membelinya dari persundalan. Hosea 1:2, 3:1-2.  
Manusia hidup dalam kondisi yang kehilangan status sebagai ciptaan yang paling mulia.Allah yang maha mulia mau menjadi manusia dan menebus manusia dengan darahNYA. Efesus 1:6-7.

Pada akhirnya kita harus menyadari bahwa kita bukanlah siapa-siapa dan kemampuan kita berasal dari pekerjaan Tuhan dalam kita. Ada dua contoh di Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang ingin saya sampaikan untuk menjadi bahan perenungan kita, di masa-masa kita merasa lemah dan tak berarti.

Dalam Perjanjian Lama Tuhan menaruh tanda di dalam hidup Yakub (kaki yang pincang) supaya ia diingatkan akan pertemuannya dengan Tuhan. Pertemuan itu yang mengubahkan dia dari Yakub (Ibrani: pengganti, penipu) menjadi Israel (Ibrani: pangeran Allah). Kejadian 32:22-32.

Dalam Perjanjian Baru, Tuhan mengizinkan Paulus untuk memiliki kelemahan dalam dirinya. Hal ini bukan untuk menghukumnya, tetapi untuk menjadi tanda bagi Paulus. Kelemahannya menjadi penanda bahwa apa yang bisa dilakukannya karena kekuatan Tuhan bukan kehebatannya. 2Korintus 12:8-10.

Bagaimana sekarang kita melihat diri kita, seseorang yang kuat karena usaha kita sendiri. Atau seseorang yang sadar penuh bahwa ia sebenarnya rusak, pincang dan lemah. Tetapi dikuduskan dan dikuatkan sesuai dengan kekuatan kuasaNYA, bukan kehebatan kita. Efesus 1:18-19.

GodblesS

JEFF