HAMBA: HATI UNTUK MELAYANI YESUS  

1Petrus 2:16

Salam jumpa untuk semua hamba Allah yang ada di tempat ini.

Seseorang yang disebut “hamba” mengabdi kepada tuannya, apapun konsekuensi yang harus diterima. Dalam bahasa asli Alkitab Perjanjian Baru kata “hamba” juga punya konotasi sebagai seorang pelayan. Pada kesempatan kali ini saya tidak akan meneliti kata-kata dalam bahasa aslinya. Tetapi mengenai kata ini saya akan sertakan tautan dari karya tulis dan artikel berikut ini (“Kepemimpinan Hamba” – Rachel Iwamorry, Ph.D., dan “Aku ini adalah Hamba Tuhan” – Herlise Yetty Sagala, D.Th., D.Min.). Sehingga dalam bahasan kali ini saya akan samakan antara seorang hamba dan seorang pelayan. Ini saya tegaskan di awal supaya yang mendengarkan mengerti mengapa saya tidak berusaha membahas dari sisi bahasa asli.

Bapak/ibu/saudara/saudari, konsep melayani telah menjadi standar teratas yang diharapkan oleh banyak orang dalam banyak aspek. Saat berbicara mengenai perdagangan, penyediaan jasa, pendidikan, pemerintahan, dan lain-lain. Bagi orang percaya yang sering disebut “christianos” (Kisah Para Rasul 11:26), konsep melayani adalah sesuatu yang tidak terpisahkan. Karena Yesus menegaskan maksud dan tujuan kedatanganNYA ke dunia adalah untuk melayani. Matius 20:28.

Rasul Petrus berusaha mengingatkan orang-orang percaya untuk menjalankan kemerdekaan di dalam Kristus bukan untuk berbuat kejahatan, tetapi untuk hidup sebagai hamba Allah. 1Petrus 2:16. Seorang hamba Allah atau pelayan Tuhan, tidak dibatasi oleh status yang diberikan suatu organisasi Gereja. Maksudnya mulai dari Gembala Jemaat, staf Gereja, pengurus Gereja, pelayan, dan aktivis. Bahkan seluruh jemaat yang sudah dimerdekakan oleh Kristus (Galatia 5:1), diminta oleh Rasul Petrus hidup sebagai hamba Allah.

Jika seseorang yang disebut hamba Allah atau pelayan Tuhan hanya dibatasi dengan definisi yaitu mereka yang melayani di Gereja. Maka kita akan terus akan kekurangan pekerja di ladang tuaian ilahi yaitu jiwa-jiwa. Lukas 10:2. Saya akan coba gambarkan ekspektasi banyak orang percaya mengenai konsep “hamba Tuhan”. Jika seorang hamba Tuhan bekerja dalam Gereja dengan luar biasa, mereka seharusnya bisa menjangkau 1,000 orang setiap hari. Sedangkan seorang “jemaat” yang diperlukan adalah datang ke Gereja dan tidak perlu menjangkau siapapun, karena sudah ada hamba Tuhan yang melakukan penjangkauan.

Pemikiran ini salah! Seseorang mungkin nampaknya luar biasa dalam penjangkauan, tetapi itu tidak dapat mengalahkan keterlibatan orang lain yang secara konsisten menjadikan orang lain penjangkau jiwa sama seperti dirinya. Sebut saja “A” adalah pelayan Tuhan di Gereja yang mampu menjangkau 1,000 orang per hari, pada tahun ke-4 jika ia konsisten maka A menjangkau 1,460,000 orang. Namun ada juga “B” yang tidak disebut hamba Tuhan atau pelayan Tuhan di Gereja. Ia menjangkau hanya 2 orang dalam setahun, tetapi ia selalu memastikan bahwa 2 orang yang dijangkaunya kemudian akan menjangkau masing-masing 2 orang lain. Maka pada tahun ke-4 jika ia konsisten, ia akan menjangkau 80 orang.

Secara statistik tentu saja akan lebih fenomenal angka yang dicatatkan A dibandingkan B. Namun mari kita lihat angka A di tahun ke-8 (2,920,000 orang) dibandingkan dengan B (6,560 orang). Tunggu sebentar di sini, kalau kita asumsikan mereka konsisten (A menjangkau 1,000 orang per hari dan B menjangkau 2 orang per hari) kita akan tercengang melihat hasil dari tahun ke-16. Pada tahun ke-16 A yang sibuk menjangkau tetapi karena sibuknya menjangkau 1,000 orang per hari ia tidak sempat meminta dan mengajari 1,000 orang itu untuk menjangkau lagi dan puas hanya dengan melihat mereka duduk manis di Gereja. Sedangkan B terus memastikan 2 orang yang dijangkaunya kembali menjangkau 2 orang lain. Angka yang dihasilkan penjangkauan A di tahun ke-16 adalah 5,840,000 orang, sedangkan B di tahun ke-16 menjangkau 43,046,720 orang! Tujuh kali lipat hasil penjangkauannya.

Tentu saja saya tidak ingin kita terjebak melihat jiwa-jiwa bagi Kristus dalam angka. Tapi saya ingin setidaknya kita semua yang hadir melihat pentingnya kerinduan untuk menjangkau orang lain untuk setidaknya dikenalkan pada pribadi Yesus dan lakukan itu dengan konsisten, dengan tidak muluk-muluk, tapi dengan kasih akan jiwa-jiwa seperti ketika Yesus melihat orang-orang di Markus 6:34.

Saya ingin menutup dengan menggambar tiga lingkaran. Kalau tidak salah saya pertama kali melihat ini di khotbah Ps.Kong Hee dari Singapura. Lingkaran pertama adalah “komunitas Gereja”, lingkaran kedua adalah “komunitas dunia” dan lingkaran ketiga adalah “komunitas pengambil kebijakan”. Kita mungkin minimal menghabiskan waktu dua jam di lingkaran pertama. Berarti ada 22 jam yang kita habiskan di lingkaran lain.

Mau sampai kapan kita berpangku tangan dan menyebut diri “saya bukan hamba Tuhan, saya jemaat biasa”? Setiap kita punya kesempatan, mulai dari satu atau dua orang per hari yang kita jangkau. Biar benar-benar kita menjadi Gereja yang “Mengasihi, Melayani, dan Memperlengkapi”. Saya percaya di akhir hidup kita akan ada suara yang berkata:

Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu.” (Matius 25:21)

GodblesS

JEFF

MASALAH DOSA DAN SOLUSI ILAHI

Kejadian 3:17.

Pada tahun 2021 ada berita tentang penarikan produk beberapa merk mobil. Hal ini dikarenakan ada beberapa masalah di komponen mobil tersebut. Masalah yang terus dibiarkan akan berakibat pada kerusakan yang bisa membahayakan. Karena itu produsen mobil kemudian berusaha memberitahukan masalah yang dihadapi konsumen, beserta solusinya.

Allah sebagai pencipta dari seluruh manusia juga melakukan pemberitahuan yang sama. Masalah yang terjadi bukan karena ada anggota tubuh kita yang tidak berfungsi normal. Tetapi karena hati manusia mengalami masalah yang bisa membahayakan. Masalah itu adalah dosa, yang berasal dari tiadanya filter dari pengaruh luar dan dari kurangnya komitmen terhadap perintah Allah.  

Akibat dan – di saat yang sama – gejala dari keberadaan dosa dalam hidup manusia adalah sebagai berikut:

  1. Kehilangan arah tujuan hidup. 1Korintus 9:26.
  2. Kesalahan penggunaan ucapan. Efesus 4:29.
  3. Lupa akan asal usul. Filipi 3:19-20.
  4. Kehilangan damai dan sukacita. Yakobus 3:18. Kejadian 4:6-7.
  5. Ketamakan dan perilaku merusak. Lukas 12:15.
  6. Depresi dan kebingungan. Filipi 4:7-8.
  7. Ketakutan. 1Yohanes 4:18.
  8. Penyembahan berhala. 1Petrus 4:3.
  9. Pemberontakan. 2Timotius 3:2-4.
  10. Kemabukan. Efesus 5:17-18.

Menarik sekali di poin kesepuluh Rasul Paulus menuliskan apa yang harusnya dilakukan sebagai keterbalikan dari kemabukan yaitu “penuh dengan Roh”. Hal ini sebenarnya akan menjauhkan kita bukan saja dari kemabukan tetapi juga dari kesembilan hal yang menunjukkan keberadaan dosa dalam hidup kita. Mengacu pada apa yang tertulis di Galatia 5:16.

Dengan mengenal Tuhan Yesus dan karyaNYA jalan bagi kita terbuka untuk mendapat anugerah ilahi yaitu “segala sesuatu yang berguna” (2Petrus 1:3) dan “janji yang berharga”. Hal-hal ini membuat kita mengambil bagian dalam kodrat ilahi dan luput dari hawa nafsu dunia (yaitu perbuatan daging manusia). 2Petrus 1:4.

Semua hal ini mengacu pada pekerjaan Roh Kudus dalam hidup manusia. Roh Kudus adalah kuasa (Kisah Para Rasul 1:8), membantu kita dalam kelemahan (Roma 8:26), mengajarkan dan mengingatkan kita (Yohanes 14:26). Itulah mengapa hari ini kita mengingat bahwa semua masalah yang mengancam pengikut Yesus yang sejati sudah diselesaikan di kayu Salib. Namun lebih dari itu kita butuh Roh Allah yang memampukan kita terbebas dari Kembali berurusan dengan masalah dosa ini.

RUSAK  

Manusia diciptakan dengan kesempurnaan, kalau diibaratkan benda maka kita adalah benda yang paling mulia. Sayangnya dosa membuat kita menjadi rusak! Sekarang kita mengenal kutipan “tiada manusia yang sempurna” karena memang seperti yang dituliskan dalam Roma 3:23 bahwa semua manusia sudah kehilangan kemuliaan Allah. Jadi tidak mungkin seseorang dalam dunia ini ada dalam keadaan sempurna.

Mari bayangkan skenario ini, kalau ada penjual menawarkan suatu barang yang mudah rusak untuk Anda, apalagi kalau barang itu harganya mahal, ada besar kemungkinan Anda tidak menginginkannya. Mengenai barang komersil, tahukah Anda bahwa ada satu opini yang menyatakan bahwa semua barang komersil dibuat tidak begitu tahan lama, supaya orang terus membeli barang baru? Salah satu contoh yang mendukung opini ini adalah adanya lampu yang tidak pernah padam di California.

Kembali mengenai sesuatu yang mudah rusak, kalau Anda tidak menginginkannya lalu mengapa ada saja orang yang membeli barang yang mudah rusak itu? Tentu saja ada alasan yang kuat mendorong orang itu untuk tetap membeli. Mungkin karena memang kebutuhan, atau karena tidak ada pilihan, atau bisa jadi karena orang itu adalah sultan.

Tetapi bolehkah saya tambahkan satu alasan yang memungkinkan seseorang untuk membeli suatu barang yang mudah rusak. Karena orang itu menyukainya. Benar sesederhana itu, seseorang yang memiliki segalanya, tetapi karena cintanya pada barang atau benda itu. Ia mau membayar mahal untuk membeli atau menebusnya.

Beberapa dari Anda tentu sudah tahu saya akan membicarakan apa dan siapa. Allah adalah pencipta segalanya, manusia adalah ciptaanNYA. Allah begitu mengasihi kita, tetapi kita kemudian menjadi ciptaan yang rusak oleh dosa. Oleh Paulus di surat Roma yang tadi sudah dibahas kita disebut “kehilangan kemuliaan Allah”. Sama seperti benda penerang yang kehilangan cahayanya, manusia kehilangan kondisinya yang serupa dengan Allah.

Allah kemudian berusaha untuk memperbaiki yang rusak tersebut namun di saat yang sama kita terjual dalam kuasa dosa. Hal ini yang kemudian membuat kita harus ditebus. Saya pernah menyampaikan tentang kisah Hosea dan Gomer, saya akan membuat versi singkatnya dengan tabel di bawah ini.

Kondisi  Titik Balik
Gomer hidup sebagai perempuan sundal yang statusnya rendah.  Orang yang statusnya tinggi “nabi Allah” (Hosea) yang kemudian memperistrinya bahkan membelinya dari persundalan. Hosea 1:2, 3:1-2.  
Manusia hidup dalam kondisi yang kehilangan status sebagai ciptaan yang paling mulia.Allah yang maha mulia mau menjadi manusia dan menebus manusia dengan darahNYA. Efesus 1:6-7.

Pada akhirnya kita harus menyadari bahwa kita bukanlah siapa-siapa dan kemampuan kita berasal dari pekerjaan Tuhan dalam kita. Ada dua contoh di Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang ingin saya sampaikan untuk menjadi bahan perenungan kita, di masa-masa kita merasa lemah dan tak berarti.

Dalam Perjanjian Lama Tuhan menaruh tanda di dalam hidup Yakub (kaki yang pincang) supaya ia diingatkan akan pertemuannya dengan Tuhan. Pertemuan itu yang mengubahkan dia dari Yakub (Ibrani: pengganti, penipu) menjadi Israel (Ibrani: pangeran Allah). Kejadian 32:22-32.

Dalam Perjanjian Baru, Tuhan mengizinkan Paulus untuk memiliki kelemahan dalam dirinya. Hal ini bukan untuk menghukumnya, tetapi untuk menjadi tanda bagi Paulus. Kelemahannya menjadi penanda bahwa apa yang bisa dilakukannya karena kekuatan Tuhan bukan kehebatannya. 2Korintus 12:8-10.

Bagaimana sekarang kita melihat diri kita, seseorang yang kuat karena usaha kita sendiri. Atau seseorang yang sadar penuh bahwa ia sebenarnya rusak, pincang dan lemah. Tetapi dikuduskan dan dikuatkan sesuai dengan kekuatan kuasaNYA, bukan kehebatan kita. Efesus 1:18-19.

GodblesS

JEFF

KUAT DALAM TUHAN

Efesus 6:10.

Kalau sampai saat ini kita masih hidup dan bertahan, kita percaya ini karena Tuhan. Allah yang ada dari permulaan zaman, akan menyertai kita sampai akhir yaitu saat IA datang untuk menjemput kita. Wahyu 1:4. Perhatian Allah kepada kita ditunjukkan lewat kasih dan anugerahNYA.

Lagu terjemahan berikut akan menjadi bahasan saya saat ini, mewakili ucapan syukur kita pada hari ini kepada Tuhan.

Burungpun Kau perhatikan

dan tanganMu menjagaku

dari ujung dunia sampai relung hatiku

Biar rahmat dan kuatMu nyata

Kau memilihku Tuhan

S’mua malaikat tahu

‘tuk kemuliaanMu menjadi saksiMu

p’nuh kasih dan anugrahMu

Dan kuberlari padaMu, pada FirmanMu

bukan kuat, bukan gagah

tapi oleh Roh Kudus

Ya, ku ‘kan berlomba sampai

kupandang wajahMu

Biarku hidup dalam kasihMu yang mulia

Dalam hidup ini ada selalu ada bagi kita kesempatan untuk mengucap syukur bahkan dalam saat sulit sekalipun. Kita tentu saja ingat perkataan Ayub yang begitu menginspirasi dalam Ayub 1:21  “Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN!

Kita mengucap syukur karena kebaikan Tuhan yang memelihara hidup kita. Allah melengkapi kita dengan kemampuan untuk tetap hidup bagi DIA. Yesus pernah memberikan perbandingan yang menunjukkan betapa pemeliharaan Allah atas semua ciptaan meskipun ia kurang berharga. Matius 10:29.

Sehingga bagaimana mungkin Allah menjaga yang kurang berharga tetapi abai kepada yang lebih berharga? Ayat 31. Ketika kita menilai diri kita tidak berharga, sebenarnya kita menganggap rendah perkataan Yesus. Mari kita baca dan renungkan ayat terkenal di Yesaya 43:1-4.

Dalam hal ini kita percaya bahwa Allah pencipta langit dan bumi berkuasa untuk menjaga hal yang begitu jauh dari pemikiran kita (Mazmur 19:1-7). Tetapi IA juga mampu menjaga keberadaan kita (Mazmur 121:1-8), dan IA mengenal hati kita (1Raja-raja 8:39).

Kata rahmat itu sejajar dengan dengan kata “belas kasihan”, “kasih karunia”, “kasih setia”, dan “anugerah”. Inilah yang membedakan kekristenan dengan kepercayaan lain di dunia. Istilahnya bisa jadi sama, tetapi konsep rahmat dalam kekristenan begitu unik karena itu nyata (Titus 3:4-5) dan Tuhan yang mengambil inisiatif (1Yohanes 4:10).

Anugerah Allah juga nyata dalam pilihanNYA atas kita. 1Tesalonika 1:4. Bahkan malaikat Allah tahu bahwa belas kasihan Tuhan ada atas manusia yang percaya bukan atas malaikat. Ibrani 2:16. Pilihan Allah itu bukan untuk sesuatu yang sia-sia. IA memilih Paulus untuk menjadi alat Tuhan. Kisah Para Rasul 15:7. IA juga memilih kita untuk “rajin berbuat baik”. Titus 2:14.

Jadi supaya kita sebagai “manusia ilahi” diperlengkapi dengan perbuatan baik, maka seharusnya pengejaran kita adalah firman Allah. 1Timotius 3:16-17. Kita berlari sedemikian rupa dalam hidup ini untuk mendapatkan Sang Firman yang menjadi manusia, yang oleh Paulus diistilahkan “panggilan surgawi dalam Kristus Yesus”. Filipi 3:14.

Kuat dan gagah manusia tidak bisa membawa kita menyelesaikan pertandingan hidup ini. Zakharia 4:16. Ibadah-ibadah kita, termasuk di dalamnya pengejaran akan firman Allah, dilakukan oleh karena Roh Allah, bukan sekadar ritual lahiriah. Filipi 3:3.

Karena itu tetaplah bertanding, tetaplah berlari, apa yang kita capai sampai saat ini belum selesai sampai nanti kita sampai ke Surga (Filipi 3:10-14) dan berhadapan muka dengan muka dengan Sang Kasih sejati, Tuhan Yesus Kristus. 1Korintus 13:12.

Akhirnya, hendaklah kamu kuat di dalam Tuhan, di dalam kekuatan kuasa-Nya.”

GodblesS

JEFF

YUSUF: KEHIDUPAN SEORANG PEMIMPI

Semoga semua kita ada dalam keadaan yang sehat di masa-masa yang sulit ini. Semua dari kita butuh inspirasi untuk dapat menjalani hidup dan mencapai garis finis dengan akhir yang baik. Terutama di tengah kesulitan hidup, kita butuh teladan dari orang yang pernah melewatinya.

Semua orang yang pernah mendengar kisah-kisah Alkitab pasti sedikit banyak mengetahui pelajaran-pelajaran hidup yang bisa didapat dari Yusuf. Kali ini catatan tertulis saya akan disajikan dengan beberapa referensi literatur akademis, sehingga Anda bisa mempelajarinya secara terpisah dengan mengaksesnya secara online.

Saya percaya kita bisa belajar dari semua fase kehidupan Yusuf meskipun bahasan kali ini belum dapat secara komprehensif mengulas kehidupan Yusuf, tetapi semoga sekelumit bahasan tentang tokoh Alkitab yang satu ini bisa menginspirasi kita untuk menjalani kehidupan dan tantangan-tantangannya dengan lebih baik.

AWAL HIDUP YUSUF

Nama Yusuf pertama kali disebutkan di Alkitab dalam Kejadian 30:24. Ketika Rahel, istri Yakub, melahirkan anak kandung pertamanya, setelah ia bergumul dengan kemandulannya dan “persaingan” dengan kakaknya, Lea, di ayat 1-3. Nama Yusuf dalam bahasa aslinya berarti “IA (Tuhan) menambahkan”, hal ini sesuai dengan tradisi Perjanjian Lama yang kita sudah baca di ayat 24.[1]

Secara garis besar Yusuf adalah anak Yakub yang lebih dikasihi dibanding saudara-saudaranya yang lain. Hal ini menimbulkan iri hati dan kebencian yang mengakibatkan Yusuf dijual oleh saudara-saudaranya sebagai budak saat ia masih remaja, yang pada akhirnya mengakibatkan dampak luar biasa bagi banyak orang.[2] Sampai di sini kita belajar untuk tidak mudah menyerah ketika mengalami kesulitan hidup.

Yusuf diolok-olok sebagai seorang pemimpi oleh saudara-saudaranya karena dua mimpi yang ia ceritakan kepada mereka. Pada akhirnya mimpi tersebut menjadi kenyataan, dan karena berhasil menerjemahkan mimpi secara akurat, Yusuf menjadi penyelamat keluarganya. Tetapi sebelum itu ia harus melalui proses yang tidak mudah yang nanti kita akan pelajari.

PELAJARAN DALAM KELUARGA

Yusuf menjadi anak yang dikasihi lebih dari saudara-saudaranya yang lain, karena ia lahir dari istri yang lebih dikasihi, dan lahir di masa tua ayahnya. Lahir dalam keluarga yang dilatarbelakangi persaingan membuat apa yang dituliskan di Kejadian 37:3-4 menjadi salah satu pergumulan yang harus dihadapi Yusuf.

Saudara-saudaranya membenci dia karena perlakuan yang tidak adil ditunjukkan oleh ayah mereka. Ini diperparah dengan tindakan Yusuf yang menceritakan mimpinya dimana ia digambarkan akan menjadi pemimpin atas saudara-saudaranya. Ayat 5-9.

Mimpi yang didapat Yusuf, oleh cendekiawan modern Yahudi, dipandang sebagai pesan dari Tuhan yang sebenarnya tidak dipahami jelas oleh Yusuf. Yusuf tidak sadar bahwa nantinya ia akan menjadi penguasa atas suatu bangsa besar, dan bahkan atas saudara-saudaranya.[3]

Karena itu ia menceritakan hal itu kepada ayah dan saudara-saudaranya. Namun saudara-saudaranya menganggap bahwa mimpi itu adalah gambaran keinginan Yusuf saat itu untuk menjadi lebih dewasa secara fisik dan menjadi pemimpin saudara-saudaranya.[4]

Mimpi-mimpi Yusuf menjadi penyulut rasa benci karena ketidak adilan yang dirasakan saudara-saudaranya oleh perlakuan Yakub, ayah mereka. Kalau kita membandingkan dengan bagaimana Yusuf nantinya diperlakukan oleh Potifar dan Kepala Juru Minuman Firaun, Yusuf menjadi “korban” yang lebih parah dari ketidakadilan keadaan. Namun semua kesulitan itu tidak membuat Yusuf menjadi seorang pendendam, tetapi malah penuh kasih karunia dan pemelihara keluarganya. Kejadian 47:12.

MEMBENTUK MASA DEPAN YANG LEBIH BAIK

Apakah kesukaran hidup memengaruhi cara Yusuf mengasuh anak-anaknya?  Alkitab tidak mencatat masalah yang terjadi dalam rumah tangga Yusuf, khususnya dalam hal hubungan ayah dengan anak. Tetapi patut diperhatikan bahwa ia tetap tidak bisa lupa dengan kepahitan hidupnya, yang terefleksi dari nama anak-anaknya. Kejadian 41:51-52.

Sama seperti budaya patriarki yang ada di zamannya, Yusuf tetap menempatkan anaknya yang sulung (Manasye) sebagai yang utama, dan ini bukan karena favoritisme. Meskipun pada akhirnya Yakub di akhir hidupnya menyilangkan tangan dan yang bungsu (Efraim) menerima berkat sulung (yang lebih besar). Kejadian 48:13-20.

Jadi dapat kita simpulkan bahwa kehidupan rumah tangga Yusuf, khususnya antara dirinya dan anak-anaknya bukanlah refleksi dari apa yang dilakukan oleh ayah dan saudara-saudaranya. Ia menjadi ayah yang tidak membangkitkan amarah anak-anaknya (Efesus 6:4) dan menjadi orang yang mengampuni tanpa menaruh dendam kepada saudara-saudaranya (Kolose 3:13).

PELAJARAN DALAM PEKERJAAN

Sebenarnya pekerjaan yang Yusuf lakukan adalah sesuatu yang dipaksakan kepadanya, karena statusnya adalah budak belian. Kejadian 39:1. Tetapi keberadaan Yusuf, tingkah laku, dan sikapnya benar-benar menjadi berkat bagi tuannya. Ayat 2-6. Keberhasilan Yusuf tidak ditentukan oleh pekerjaannya, melainkan penyertaan Tuhan dalam hidupnya.

Tentu saja kita tidak mendukung perbudakan dalam bentuk apapun. Tetapi dalam konteks ribuan tahun lalu, dengan membandingkan apa yang terjadi di Roma abad pertama, para budak adalah para pekerja. Mereka bekerja di rumah-rumah, perkebunan, kapal, dan banyak bidang pekerjaan lain sesuai kehendak tuan mereka. [5] Tentu saja kita tidak bisa samakan karyawan di zaman sekarang dengan budak di zaman kuno.

Paulus pernah menasihatkan supaya seorang tuan dihormati  supaya seorang Kristen yang bekerja untuknya tidak menjadi bahan hujatan. 1Timotius 6:1-2. Demikian kita juga mengenal sebuah ayat yang terkenal di Kolose 4:23 dimana konteks ayat itu ditujukan kepada orang-orang yang bekerja untuk tuan mereka.

PEMBENTUKAN SEORANG PEMIMPI MENJADI SEORANG PEMIMPIN

Hidup Yusuf berubah ketika ia dijebloskan ke dalam penjara karena fitnah dari istri tuannya, Potifar. Sekarang statusnya berubah dari seorang budak menjadi seorang tahanan. Tetapi di penjara, Yusuf kembali menunjukkan tingkah laku dan sikap yang terpuji. Itulah sebabnya ia mendapat kepercayaan dari kepala penjara. Kejadian 40:21-23.

Hal ini juga menunjukkan kualitas kepemimpinan Yusuf. Ia dapat memimpin dirinya, mengatur emosinya sedemikian rupa meskipun ada dalam kondisi tidak ideal. Ia mengurus dengan baik apa yang dipercayakan kepadanya dan dapat dipercaya. Hal ini sebelumnya juga ditunjukkannya di rumah Potifar. Dedikasinya kepada pekerjaan, ditambah sensitivitasnya melihat kondisi orang-orang di sekitar (Kejadian 40:6-7) membuka jalan untuk Yusuf menjadi pemberi solusi.

Solusi yang Yusuf berikan berasal dari karunia Tuhan yang ia miliki. Karunia ini tidak akan berguna bagi kebaikan Yusuf, dan bagi orang lain, kalau ia hanya menyimpannya. Penting untuk kita bisa memaksimalkan apa yang kita miliki. Kita memandang kepada suatu tujuan yaitu menyenangkan  siapapun yang menjadi atasan kita dan tidak tertahan di situasi mengasihani diri sendiri. Belajarlah dari hamba yang jahat dan malas di Matius 25:24-28.

Setelah belasan tahun dalam situasi yang tidak menyenangkan Yusuf mendapat kesempatan untuk menghadap FIraun dan menunjukkan bahwa Allah yang menolong ia selama ini dan menjadikan ia berhasil menerjemahkan mimpi. Yusuf bukanlah sumber kesuksesan, namun Tuhan yang menyertainya. Kejadian 41:16. Ini adalah titik dimana pilihan Yusuf untuk tidak menjadi putus asa, dan setia mengerjakan hal-hal kecil terbayarkan.[6]

Janji Allah melalui mimpi kepada Yusuf digenapi bukan karena Yusuf diperlakukan berbeda oleh Yakub. Tetapi karena Yusuf secara sadar melibatkan Allah dalam segala kondisi yang ia hadapi. Apakah ketika ia menjadi budak, menjadi tahanan, atau saat ia menjadi jawaban bagi Firaun, Yusuf mengembalikan segala kemuliaan bagi nama Tuhan. Saya ingin menutup bahasan kali ini dengan membaca Roma 16:25-27.


[1] David Noel Freedman, The Anchor Bible Dictionary Vol.3 (New York: Doubleday, 1992), p.976.

[2] Jack W. Hayford and Joseph Snider, Promises and Beginnings: Examining Excellence in the Creator’s Ways (Nashville: Thomas Nelson, 1997), Lesson 11 – A Savior: Joseph Betrayed.

[3] Russell Jay Hendel, “Joseph: A Biblical Approach to Dream Interpretation,” Jewish Bible Quarterly Vol.39, No.4 (2011): 237.

 [4] Hendel, 235.

[5] Zvi Yavetz, Slaves and Slavery in Ancient Rome (New Jersey: Transaction Publishers, 1991), p.1.

[6] Larry Richards, Every Man in the Bible (Nashville: T. Nelson, 1999), p.75.

MISKOMUNIKASI

Saya ingin memulai dengan menjelaskan tentang komunikasi, dan semoga ini bisa memberi gambaran dasar dari apa yang akan saya sampaikan.

Mengenai komunikasi, kita bisa berbicara banyak mengenai hal ini sepanjang hari. Anda berbicara, Anda menulis surat, Anda mengirim pesan singkat atau SMS, Anda menulis status di media social, Anda memakai baju yang sekarang Anda pakai, dan lain sebagainya, dan dengan banyak cara kita berkomunikasi.

Namun saya berusaha “memeras” keluar intisari dari komunikasi, dan ini yang saya dapatkan: komunikasi adalah cara dari satu pihak dalam menyampaikan ide kepada pihak lain, untuk mencapai suatu tujuan. Saya memberi highlight atau penekanan kepada 3 kata, yang menurut saya menjadi esensi.

Pertama, ide. Ini adalah gagasan, suatu pemikiran, suatu rancangan.

Kedua, cara atau metode. Ini adalah suatu alat bantu, suatu strategi yang digunakan.

Ketiga, tujuan. Ini adalah hasil akhir yang ingin dicapai.

Dari ketiga hal ini bisa saja salah satunya (atau bahkan ketiganya) berjalan tidak sesuai dengan yang diharapkan dan mengakibatkan terjadinya: MISKOMUNIKASI atau GAGAL PAHAM.

Miskomunikasi terjadi ketika ide tidak tersampaikan dengan baik dan ada halangan terhadap cara penyampaiannya. Menurut Anda apakah Allah berusaha berkomunikasi dengan manusia? Anda berkata lewat Alkitab, lewat khutbah, lewat suara Roh Kudus, dan lain sebagainya.

Kemudian saya mulai berpikir apakah ada ketiga komponen itu dalam komunikasi Allah dengan manusia?

Tentang ide, Allah adalah sumbernya DIA yang memiliki ide tentang ciptaan, termasuk di dalamnya penciptaan manusia. Kejadian 1:26.

Tentang tujuan, di ayat yang sama dituliskan bahwa manusia diciptakan supaya berkuasa. Berkuasa disini adalah bertanggungjawab atas seluruh bumi. Karena itu ide “eksploitasi” bumi dan isinya secara tidak bertanggungjawab itu jelas bukan ide Tuhan.

Tentang caranya, Allah menyediakan kebutuhan manusia di ayat 29, memperlengkapi dengan manusia lain di ayat 27, dan mendorong terjadinya multiplikasi di ayat 28.

Ingat komunikasi adalah IDE (untuk mencapai) TUJUAN (melalui) CARA (tertentu).

Alur ini berlaku di setiap kisah dalam Alkitab. Coba bayangkan kisah Abraham, Israel, Ayub, Yesus, dan coba sekarang bayangkan alur yang sama dalam kisah hidup Anda.

Allah punya ide yaitu gagasan, pemikiran, rancangan yang luar biasa untuk Anda. Yeremia 32:18-19.

Tujuannya adalah sesuatu yang mulia bagi Anda. Roma 9:20-21.

Caranya adalah dengan menguduskan, dan melalui karya Roh Kudus Anda taat. 1Petrus 1:2.

Allah berusaha mengomunikasikan ini terhadap manusia dari awal sampai akhir. Lukas 4:18-19. Tentu saja kita tidak bisa memiliki “kertas contekan” dalam memahami ini, tetapi Tuhan memberi “kisi-kisi” atau pedomannya bagi Anda.

Namun demikian komunikasi ini tidak berjalan selalu mulus. Karena melibatkan kita yang penuh dengan hambatan. Kita tahu hambatan komunikasi bisa jadi 1001 macam. Mulai dari hambatan kekinian, seperti sinyal jelek, tidak ada pulsa, dan belum beli kuota, sampai alasan klasik seperti si pendengar yang menutup telinganya, atau karena indera pendengaran dan indera penglihatannya yang rusak.

Tetapi untuk menutup sharing saya malam hari ini saya akan sampaikan 3 hal yang membuat miskomunikasi ini terjadi.

  1. Asumsi yang salah. Kejadian 3:8. Adam dan Hawa mendengar langkah Tuhan dan mereka bersembunyi, ini bukan yang Tuhan ingin komunikasikan. Saya pernah mendengar pengajaran bahwa Israel tidak pernah terbunuh karena kesalahan mereka dalam perjalanan dari Mesir ke Gunung Sinai, tetapi setelah mereka menjawab Tuhan dengan kebenaran diri sendiri di kaki Gunung Sinai, mereka jatuh dalam dosa yang lebih fatal.
  2. Tidak mau mendengar. Yeremia 13:11. Allah sudah punya strategi terbaik untuk Anda, jangan hancurkan itu hanya karena Anda tidak mau mendengar (mengabaikan).
  3. Belum move on. Yesaya 43:16-19. Benar DIA Allah EbenHaezer, tetapi DIA juga Allah yang dinamis, DIA ingin membuat sesuatu yang baru, supaya Anda bisa berkata, ini Tuhan, ini bukan manusia.

KETAKUTAN DAN PENGHARAPAN

 Mari kita mulai bahasan kali ini dengan membaca Ibrani 13:6. Siapa yang tidak pernah merasa takut? Saya rasa tidak ada orang yang tidak pernah merasa takut, tetapi yang membedakan rasa takut adalah derajat rasa takutnya. Sama seperti rasa dingin yang membedakan adalah derajat dinginnya.

Rasa takut itu penting dalam hidup manusia. Dalam kajian Psikologi rasa takut bisa dilihat baik dari sisi positif, yaitu menjadi alarm untuk bahaya yang mengancam, maupun sisi negatif, yaitu menjadi penghambat untuk bertindak. Sekarang kalau Anda melihat ke belakang, apa respons Anda jika mengalami ketakutan?

Kita akan belajar hari ini untuk melihat bahwa Allah memakai hal-hal yang menakutkan untuk membuka “jendela kesempatan”. Ketakutan menjadi kesempatan tokoh-tokoh Alkitab ini untuk mengambil keputusan, membuktikan komitmen, dan mengevaluasi diri. Mari kita lihat satu per satu:

  1. Daud – melihat kesempatan mengambil keputusan di tengah-tengah hal yang menakutkan yaitu suatu ketidaknormalan. (1 Samuel 17:34-37).
  2. Daniel – selalu lolos ketika diuji dengan tantangan maut karena komitmennya pada Allah. (Daniel 2:13-20, Daniel 6:11-29).
  3. Paulus – pengalamannya dengan bahaya demi nama Kristus membuat ia terus mengevaluasi diri. (2 Korintus 11:23-28, 2 Korintus 12:9).

Ketiga tokoh yang baru saja kita bahas begitu berbeda situasi dan kondisinya. Namun apa persamaan dari mereka? Ada dua hal: Mereka percaya & berharap kepada Tuhan. Mengenai percaya mari kita baca Galatia 3:5-6. Percaya itu ada jauh sebelum ada hukum Taurat dan Injil. Abraham percaya karena itu ia dibenarkan, bagaimana bentuk percaya kita pada Tuhan?

Berharap adalah sesuatu yang didasarkan pada kemampuan Tuhan, bukan untung-untungan. 1 Timotius 4:10.Kita percaya bahwa Allah mampu, dan pengharapan kepada Allah yang hidup yang akan menghidupkan kita. Kita tidak takut akan penyakit, marabahaya, bahkan kematian sekalipun.

GodblesS

JEFF

PANTEKOSTA HERANLAH

Selamat datang di GPdI Mahanaim untuk Bapak/Ibu/Saudara/i yang hadir di Ibadah Peringatan Hari Pantekosta. Kisah Para Rasul 2:1, 4. Mengapa ada perbedaan istilah “pantekosta” dan “pentakosta”? Menurut asal katanya “pentakosta” berasal dari kata Yunani “pentekoste”. Secara harafiah berarti hari yang kelimapuluh. Gereja Pantekosta di Indonesia memakai istilah “pantekosta” dari Alkitab yang digunakan para pionir GPdI saat itu. Mereka menggunakan Alkitab berbahasa Melayu dari H.C. Klinkert yang terbit dan mengalami beberapa revisi di tahun 1800an. Kutipan langsung dari Kisah Para Rasul 2:1 adalah seperti ini: “Kapan Soedah sampe hari Pantekosta, di orang samowa ada berkoempoel dengan satoe hati ….”

Pengalaman Pantekosta bukanlah pengalaman sektarian, maksudnya hanya dialami oleh gereja-gereja pantekosta saja. Seharusnya ini adalah pengalaman dari seluruh orang yang percaya kepada Kristus. Karena Yesus pernah berkata bahwa lebih baik untuk pengikut Kristus mengalami pengalaman bersama oknum “Penghibur” yaitu Roh Kudus. Yohanes 16:7.

Yesus Kristus adalah oknum Allah yang penuh kasih karunia dan kebenaran. Yohanes 1:14. Roh Kudus juga disebut sebagai Roh Kasih Karunia. Ibrani 10:29. IA yang membuat seseorang bisa mengakui bahwa Yesus adalah Tuhan. 1Korintus 12:3. Dari sini kita bisa melihat kontinuitas dari karya kasih karunia Allah. Mulai dari penciptaan, pemilihan Abraham sebagai orang pilihan Tuhan, keturunannya (Israel) sebagai bangsa pilihan Allah, sampai kepada Gereja. Semuanya tentang kasih karunia Allah, dan tidak dapat diupayakan oleh hasil usaha kita. Efesus 2:8-9.

Itulah mengapa kita tidak dapat membanggakan diri terhadap kasih karunia yang kita dapatkan. Ilustrasi Hotman Paris, Basuki Tjahaja Purnama, Jeffrey S. Tjandra, Agnez Mo, siapa yang paling benar? Menurut Firman Tuhan tidak satu pun yang benar (Roma 3:10 dimana Paulus menulis berdasarkan Mazmur 14:1-3). Sehingga tidak mungkin seorang manusia menilai dirinya lebih benar dari yang lain, kalau semua manusia sama-sama mendapat kasih karunia.

Demikian karya Roh Kudus di Hari Pantekosta adalah bagian dari kasih karunia Allah. Suatu pemberian yang baik (Lukas 11:13) yang datang dari atas (Yakobus 1:17). Itu bukan untuk dibandingkan tetapi untuk dialami dan membawa perubahan, yaitu hidup menurut kehendak Allah. 1Petrus 4:6.

Kepenuhan Roh Kudus adalah kasih karunia tetapi orang tersebut harus mengalami pengalaman keselamatan di dalam Yesus Kristus terlebih dahulu (Kisah Para Rasul 4:12). Kemudian perlu diperhatikan bahwa komunitas memegang peran penting dalam seseorang menerima baptisan dan kepenuhan Roh Kudus (Kisah Para Rasul 2:1, 4; 4:31; 8:17; 10:44; 19:6).

Ini adalah pengalaman yang mengherankan karena Allah akan menyatakan diriNYA kepada mereka yang memiliki Roh Allah di dalam dirinya. 1Korintus 2:11. Heran karena Allah memberikan kuasaNYA bagi manusia. Kisah Para Rasul 1:8. Ini adalah sesuatu yang hanya menjadi angan-angan bagi orang-orang di luar Yesus, tetapi bagi kita ini adalah sesuatu yang nyata, sehingga kita bisa berseru seperti pemazmur: “Tidak ada seperti Engkau di antara para allah, ya Tuhan, dan tidak ada seperti apa yang Kaubuat.” (Mazmur 86:8).

ALASAN


Untuk segala sesuatu ada alasan yang melatarbelakanginya. Allah menciptakan dunia ini karena IA adalah Allah yang kreatif, dinamis dan maha kuasa. Ini bisa kita lihat dari kalimat “jadilah” di sepanjang kisah minggu penciptaan. Demikian dalam penciptaan manusia IA “menjadikan” manusia “supaya mereka berkuasa”. Jadi manusia memang diciptakan dan diberi kuasa untuk mengelola ciptaan yang lain dengan cara kreatif dan dinamis, mirip dengan kualitas Sang Pencipta. Kejadian 1:3, 26.

Dengan pengertian ini sebagai dasar maka kita mengerti bahwa pasti ada alasan untuk sesuatu yang terjadi di dalam hidup kita. Baik itu kejadian-kejadian yang kita lihat sebagai sesuatu yang positif maupun sebaliknya, kejadian-kejadian yang di pemandangan kita negatif.  Tentu saja pernyataan ini tidak semudah pengucapan atau penulisannya. Saat kita menjalaninya pikiran kita dipenuhi oleh tanda tanya dan keraguan. Kita coba belajar dari tokoh-tokoh Perjanjian Lama dan tokoh-tokoh Perjanjian Baru, dan coba belajar apa yang relevan di dalam hidup kita.

              Dalam Perjanjian Lama ada kisah tentang Rut, seorang yang bukan keturunan Israel, tetapi kemudian memiliki kesempatan untuk mengubah hidupnya, dengan kesetiaan yang ia miliki. Lalu kita kenal juga sosok Ester, seorang ratu bagi raja suatu bangsa, yang menjadi penjajah bangsa Yahudi. Kemudian Ayub yang sangat terkenal dengan cobaan-cobaan yang menimpa dia, sampai ke titik dia mempertanyakan Tuhan, tetapi kemudian pulih dan mendapat berkat dua kali ganda. Ini saya rasa yang menjadi titik penting dalam kisah mereka bertiga:

  1. Rut 1:16-17. Saat Rut mengambil komitmen mengasihi dengan setia.
  2. Ester 4:16. Saat Ester mempertaruhkan nyawanya untuk usaha menyelamatkan bangsanya.
  3. Ayub 1:21. Saat Ayub memutuskan memuji Tuhan di tengah kesulitannya.

Ketiga tokoh diatas adalah tokoh dari Perjanjian Lama. Dalam Perjanjian Baru kita melihat 3 kejadian dari 4 tokoh yang juga luar biasa:

  1. Markus 7:29. Saat Perempuan Siro Fenisia memiliki mata iman dan ketekunan yang diperkatakan.
  2. Kisah Para Rasul 4:19-20. Petrus dan Yohanes memiliki nilai yang tidak tergoncangkan intimidasi.
  3. 2Korintus 12:10. Paulus mengambil kesimpulan akan paradoks pengikut Kristus, karena kekuatan kita hanya Allah saja.

Allah selalu punya alasan dalam melakukan segala sesuatu. Ester ditaruh dalam suatu posisi dimana ia bisa memengaruhi keputusan raja. Paulus mengalami kelemahan supaya nyata bahwa kuasa Tuhan nyata dalam dirinya. Tentu saja di pihak kita, kita bisa mengambil 1001 alasan untuk meninggalkan Tuhan, untuk tidak melayani, untuk tidak memberi dan lainnya. Tetapi ingat satu hal ini kita diberi kuasa, dan dijadikan ahli waris (Galatia 4:6-7), masakan kita masih mau melepaskan itu untuk alasan lain?

GodblesS

JEFF

KOBARAN API PANTEKOSTA

Selamat datang Jemaat Tuhan di Ibadah Perayaan 100 tahun Gereja Pantekosta di Indonesia. Saya merasa terhormat sebagai generasi ketiga keluarga hamba Tuhan Pantekosta, untuk berdiri di hadapan Anda dan berbicara mengenai apa yang Tuhan mulai 100 tahun yang lalu di Indonesia.

Hari ini kita akan berbicara tentang api pantekosta yang membawa pada pengalaman Pantekosta. Kata “pantekosta” sendiri adalah istilah yang sering kita dengar dan bahkan menjadi bagian dari nama Gereja kita. Mungkin ada yang bertanya mengapa bukan “pentakosta”? Saya rasa nanti hal itu akan dijawab oleh rekan-rekan staf Gereja yang lain. Saya akan fokus kepada “pengalaman pantekosta”. Namun, apakah kita memahami pengalaman Pantekosta itu? Saya ingin membawa Anda kembali kepada pengalaman Pantekosta pertama kali di Yerusalem. Kisah Para Rasul 2:1-8, 11, 16-18, 40-41.

Kurang lebih sembilan belas abad kemudian, tepatnya di 1907, pengalaman Pantekosta di Yerusalem, hidup juga di Azusa Street, Los Angeles, California, Amerika Serikat. Mereka yang mengalami lawatan Roh Kudus, berkata-kata dalam bahasa yang tidak mereka kenal. Pergerakan api pantekosta ini juga menjalar sampai kota Seattle, Washington. Tahun 1919 ada sebuah Gereja Pantekosta yang dinamakan Bethel Temple dimana ada dua keluarga yang dipenuhkan oleh kuasa Roh Kudus dan memberi diri untuk menjadi misionaris. Nama mereka adalah Cornelius Groesbeek dan Richard Van Klaveren. Keduanya mendapat penglihatan dari Tuhan untuk melayani pulau Jawa. Saat itu pulau Jawa dan teritori yang dikuasai Belanda disebut Hindia-Belanda (Dutch East Indies).

Pada tahun 1921 kedatangan kedua misionaris ini menandai masuknya gerakan pantekosta di negara jajahan Belanda saat itu. Nama perkumpulan orang percaya itu disebut “De Pinkstergemeente in Nederlandsch Indie”alias ”De Pinksterkerk in Nederlandsch Oost-Indie” (yang secara literal berarti Gereja Pantekosta di Hindia Belanda). Setelah Belanda dikalahkan, maka negara Indonesia ada di bawah kendali pendudukan Jepang, dan pada 1942 banyak nama-nama yang berbahasa Belanda kemudian di-Indonesia-kan, sampai kemudian Indonesia menjadi berdaulat, yang dikenal sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini berpengaruh pula kepada nama perkumpulan ini, yang pada akhirnya dikenal sebagai Gereja Pantekosta di Indonesia. Hari ini kita bersekutu di GPdI Mahanaim Tegal sebagai bukti nyata karya api pantekosta yang masuk ke Indonesia 100 tahun yang lalu.

Terdapat fakta-fakta dari pengalaman Pantekosta di Indonesia yang terjadi seabad lalu dalam catatan saya. Ketiganya ternyata punya relevansi dengan apa yang terjadi di dalam Alkitab.

  1. Karunia Penglihatan.

Hal ini dialami oleh dua keluarga misionaris, Cornelius Groesbeek dan Richard Van Klaveren yang dengan jelas melihat Pulau Jawa di penglihatan mereka. Pengalaman yang demikian juga dialami oleh Rasul Paulus di dalam perjalanan misi, saat itu ia ada di Troas. Kisah Para Rasul 16:8-10.

Kita belajar dari kisah ini bahwa Allah bekerja dengan memberi visi kepada seseorang untuk melihat sesuatu yang selaras dengan rencana Tuhan, meskipun mereka sudah memiliki rencana yang lain (ayat 6-7).

Apa yang kita rencanakan juga bisa berubah ketika kita dipimpin oleh kuasa Roh Kudus. Galatia 5:25. Pengalaman yang sama baik Groesbeek – Van Klaveren maupun Rasul Paulus, yang mereka kejar dalam penglihatan itu adalah pemenangan jiwa-jiwa bukan keuntungan diri sendiri. Siapkah kita dengan perubahan? Keluar dari apa yang sudah kita rencanakan?

  1. Kesatuan.

Dua misionaris ini merupakan anggota dari Gereja Bethel Temple. Mereka menundukkan diri di bawah kepemimpinan Gembala Jemaat Bethel Temple yang bernama W.H. Offiler. Mereka juga didukung penuh oleh jemaat yang rindu melihat bangsa-bangsa dilawat oleh Tuhan. Mungkin mereka tidak menyadari 100 tahun kemudian, setelah mengutus dua misionaris ini, keputusan mereka menghasilkan kurang lebih 21,000 jemaat lokal di Indonesia.

Perubahan yang besar dapat terjadi melalui kesatuan dan ketekunan orang-orang percaya. Dalam Kisah Para Rasul 1:11-15 ada 120 orang yang berkumpul, berdoa, dan bertekun. Kemudian Roh Kudus melawat, dan menambahkan jumlah mereka menjadi 3,000 orang percaya (ayat 41). Saat ini ada sekitar 2,3 milyar orang percaya, jumlah besar itu dimulai dari kesatuan hati 120 orang di Yerusalem.

  1. Inspirasi.

Para misionaris dari Amerika Serikat ini mengasihi orang yang berbeda bangsa, bahkan bahasa dengan mereka. Tetapi kasih mereka, yang digerakkan oleh kuasa Roh Kudus, melintasi batas-batas perbedaan. Apa yang mereka lakukan kemudian menginspirasi bapak-bapak GPdI mula-mula. Mereka melepaskan apa yang mereka terima dari dunia, dan percaya bahwa kuasa Tuhan lebih dari cukup buat mereka. Ini tercermin dari lirik lagu-lagu Pantekosta klasik. Contohnya: “Maju-maju saja”, “Kerja buat Tuhan”, “Mana-mana Tuhan panggil”. Lagu-lagu ini bukan sekedar lagu klasik, tetapi suatu ungkapan pengharapan yang membuat mereka bertahan di tengah tekanan.

Rasul Paulus menyadari panggilannya untuk melayani orang-orang non-Yahudi, meskipun ia dibesarkan dalam mazhab/aliran dalam agama Yahudi yang paling fanatik, yaitu sebagai golongan Farisi. Galatia 1:14-16. 1Timotius 2:7. Filipi 3:5. Ia kemudian rela untuk menderita, demi membuat banyak orang percaya kepada Kristus. 2Korintus 11:24-28. Apa yang Paulus lakukan menginspirasi hamba-hamba Tuhan dan jemaat Tuhan untuk terus bertahan.

Pengalaman pantekosta seharusnya tidak berhenti hanya menjadi pengalaman institusional, maksudnya hanya karena kita berjemaat di GPdI. Tetapi seharusnya ini menjadi pengalaman pribadi. Sehingga setiap jemaat mendapatkan karunia Roh yang khusus dari Tuhan. Kerinduannya setiap jemaat terdorong untuk bersatu, dan menjadi inspirasi untuk dunia.  

Pengalaman pantekosta melibatkan keseluruhan diri kita: tubuh, jiwa, dan roh. Ketika Anda memuji Tuhan, ekspresi tubuh Anda menjadi cerminan apa yang dikatakan Yesus dalam Markus 12:30.

Setelah dengan tubuh menunjukkan kasih kita kepada Tuhan, ada catatan pengalaman orang-orang di Perjanjian Baru, dimana mereka menunjukkan kerinduan dalam jiwa mereka untuk mengalami Tuhan. Dari kerinduan itu kemudian Roh Kudus melawat mereka. Seperti di kisah-kisah berikut:

  • Kisah Para Rasul 1:13-14. Murid-murid berkumpul dengan tekun menanti janji pencurahan Roh Kudus.
  • Kisah Para Rasul 8:14-17.Orang-orang percaya di Samaria sudah menerima baptisan air, tetapi belum menerima Roh Kudus, mereka membuka diri untuk beroleh kuasa Roh Kudus.
  • Kisah Para Rasul 10:33, 44. Kornelius, seorang non-Yahudi, membawa sanak saudara dan sahabat-sahabatnya berkumpul. Mereka rindu mendengar Firman Allah, dan setelah itu mereka menerima Roh Kudus.

Tubuh yang digerakkan untuk Tuhan, kerinduan yang penuh pada Tuhan diikuti dengan pengalaman penuh dengan Roh Kudus. Saat itu mereka terhubung dengan keberadaan Tuhan yang adalah Roh. Yohanes 4:24. Mereka tenggelam dalam hadirat Tuhan, itulah mengapa orang-orang yang penuh dengan Roh Kudus bisa melakukan hal-hal yang tubuh dan jiwanya belum pernah lakukan sebelumnya, seperti berbahasa lidah, bernubuat, menari, memuji dan menyembah dalam jangka waktu yang lama. Biarlah kita rindu kobaran api pantekosta itu nyata di Gereja kita, di keluarga kita, dan di masing-masing pribadi kita.

Haleluya!