KUASA ILAHI

2Petrus 1:3

Bagi orang percaya keselamatan adalah hal yang paling pertama didapatkan dengan percaya kepada nama Yesus. Roma 10:10. Setelah diselamatkan seorang Kristen tidak bisa berhenti dan puas hanya karena ia sudah diselamatkan. Pada beberapa kegerakan Kristen “keselamatan dalam Yesus” kemudian harus meningkat kepada kesucian diri, baptisan Roh Kudus, yang disertai kuasa untuk melayani.[1]

Hal ini yang kemudian menjadi dasar teologis bagi Gerakan Pentakosta yang muncul sesudahnya, sampai dengan Injil Pentakosta itu tiba di Indonesia. Bagi Gereja Pantekosta di Indonesia pengertian mengenai keselamatan dan kemudian kepenuhan Roh Kudus menjadi bagian dari pernyataan iman Gereja. Jika kita perhatikan pernyataan iman ke-6 dan ke-5 kita bisa belajar pemahaman tentang hal-hal tersebut.[2]

Saya akan membacakan pernyataan-pernyataan ini untuk menyegarkan ingatan jemaat, mulai dari pernyataan iman keenam baru kemudian yang kelima, sesuai dengan urutan yang saya sampaikan di awal tadi:

  • Pernyataan Keenam dituliskan demikian, “Kami percaya baptisan air, yaitu diselamkan dalam nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus, yaitu Tuhan Yesus Kristus wajib dilakukan bagi mereka yang diselamatkan yaitu percaya, bertobat dan lahir baru, untuk menggenapkan kebenaran Allah”. Kisah Para Rasul 2:38.
  • Kemudian di Pernyataan Kelima menyebutkan, “Kami percaya Roh Kudus adalah Pribadi Allah yang memiliki slfat: Kekal, Mahahadir, Mahakuasa, Mahatahu, Mahakudus, Mahakasih dan baptisan Roh Kudus yaitu kepenuhan Roh Kudus dengan tanda berkata-kata dalam berbagai bahasa sebagaimana diilhamkan oleh Roh Kudus diterima oleh orang percaya, bertobat dan lahir baru”. Kisah Para Rasul 10:44-46.

Jika kita kembali ke ayat awal bahasan ini dalam 2Petrus 1:3, kata “kuasa” di ayat ini memakai kata yang sama dalam bahasa asli dengan kata “kuasa” di Kisah Para Rasul 1:8. Sehingga kuasa ilahi di ayat ini adalah kuasa yang berasal dari Roh Kudus. Namun kepenuhan Roh Kudus berdasar tulisan dari Petrus bukan sekadar berhenti pada tanda awal (initial evidence).

Kuasa Roh Kudus seharusnya membawa seseorang kepada hidup yang saleh dan pengenalan akan Allah. Sehingga kepenuhan Roh Kudus menghasilkan hal-hal yang dapat dilihat orang-orang lain di sekitarnya. Motivasi yang membuat Gereja mengadakan Doa 10 Hari Pencurahan Roh Kudus, bukan sekadar tradisi semata.

Memang tradisi adalah suatu kebiasaan yang kita ulangi karena sesuatu tersebut kita dapati sebagai sesuatu yang baik. Bahkan sebenarnya tradisi adalah bagian dari pemahaman teologis awal Pentakosta, yang bisa dijelaskan lewat peran Roh Kudus di empat area berikut: Firman/Pewahyuan Allah, Nalar, pengalaman, dan tradisi.[3]

Pemahaman kita tentang kuasa ilahi yaitu kuasa Roh Kudus bisa kita telusuri kembali pada apa yang terjadi di awal abad ke-20, oleh seorang tokoh yang bernama Charles Parham. Ia menjadi tokoh yang tercatat sebagai bagian sejarah kegerakan Pentakosta. Secara singkat, ia membuat suatu Sekolah Alkitab yang memakai Alkitab sebagai satu-satunya buku teks dalam keseluruhan pelajarannya.

Ia memberi tugas kepada murid-muridnya tentang tanda seseorang mengalami baptisan Roh Kudus. Mereka kemudian sepakat bahwa tanda Alkitabiah seseorang dibaptis (dipenuhi) Roh Kudus adalah berbahasa lidah. Mereka kemudian menentukan waktu di pergantian tahun 1900 ke 1901 untuk berdoa kepada Tuhan untuk mengalami pengalaman Alkitab tentang kepenuhan Roh Kudus. Mereka mengalami itu, dan hal ini dicatat sebagai salah satu awal Gerakan Pentakosta di awal abad ke-20.[4]

Pengalaman ini kalau kita cari di Alkitab tercatat di Kisah Para Rasul 1:14, 2:1-4. Tentu ini bukan saja terjadi dan berhenti pada Gereja mula-mula, dan di awal pergerakan Injil Pentakosta, namun ini masih terjadi sampai sekarang. Bagi kita Gereja di Akhir Zaman, kuasa ilahi ini juga masih bekerja supaya kita mencapai kesalehan hidup dan pengenalan akan Tuhan. Untuk mempersiapkan kita menjadi Mempelai Pengantin Kristus, yang menyerahkan seluruh hidupnya untuk menjadi mempelai yang mencapai totalitas kesempurnaan di dalam DIA, dan bagi DIA, Tuhan Yesus Kristus, mempelai laki-laki Gereja.  


[1] Allan Heaton Anderson, An Introduction to Pentecostalism (New York: Cambridge University Press, 2014), Ch. 2 – Background and context – Revivalism and Keswick. Kindle.

[2] Beranda – Visi dan Misi – 17 Pengakuan Iman GPdI, accessed May 27, 2023,  https://gpdimahanaim-tegal.org/.

[3] Winfield Bevins, “A pentecostal Appropriation of the Wesleyan Quadrilateral”, Journal of Pentecostal Theology 14, 2 (2006): 229-246.

[4] Anderson, Pentecostalism, Ch. 2 – Background and context – Charles Fox Parham. Kindle.

PENGHARAPAN AKAN KEMULIAAN

(Totalitas Iman Pengikut Kristus)

Kita bersyukur kita diciptakan sebagai mahluk yang mulia, jauh lebih mulia bahkan dari ciptaan-ciptaan lain baik di muka bumi maupun yang di Surga. Kita berasal dari berasal dari kemuliaan kepada kemuliaan. Jadi sebenarnya kita memiliki tujuan yang sama yaitu menuju kemuliaan. Masalahnya adalah proses ditengah-tengahnya, bagaimana kita sampai kepada kemuliaan itu.

Mari kita melihat bagaimana kemuliaan itu pada mulanya. Dalam Kejadian 1 kemuliaan itu adalah Allah. Allah yang mulia menciptakan segala sesuatunya mulia. Sesuatu yang mulia, akan menunjukkan keindahan, dan kebaikan.

Namun ternyata di tengah-tengah proses itu ada masalah. Allah sudah menyiapkan yang terbaik namun manusia memilih yang sesuai dengan pemikirannya sendiri. Kita, manusia yang menginisiasi masalah itu. Yakobus 4:1-3.

Untuk mengatasi masalah yang dibuat manusia ini, Allah menyiapkan suatu karya penebusan. Manusia sudah bersalah dan harus dihukum. Tetapi Allah begitu penuh kasih karunia menyediakan penebusan bagi manusia. Apakah manusia harus melakukan sesuatu untuk menerima kasih karunia Allah? Bayangkan sebuah pengadilan dengan Hakim dan Pengacaranya adalah Allah Bapa dan Putra. Apa yang bisa kita lakukan? Kita tidak bisa melakukan apapun selain percaya. Itulah mengapa dalam Kejadian 15:6 Allah tidak menunjukkan kasih karuniaNYA berdasarkan perbuatan Abram (yang nantinya disebut Abraham), tetapi karena Abram percaya. Rasul Paulus juga pernah menuliskan kepada jemaat di Roma mengenai kasih karunia yang memberi kita…

PENGHARAPAN AKAN KEMULIAAN (Roma 5:2)

“Oleh Dia kita juga beroleh jalan masuk oleh iman kepada kasih karunia ini. Di dalam kasih karunia ini kita berdiri dan kita bermegah dalam pengharapan akan menerima kemuliaan Allah.”

Dalam ayat ini iman dikatakan menjadi sarana kita sampai kepada kemuliaan. Bagaimana iman bisa mengantarkan kita pada kemuliaan? Dengan membuat kita berkenan di hadapanNYA. Ibrani 11:6. Berita ini perlu diterima dengan pertobatan yaitu perubahan pikiran (Roma 12:2), karena dari perubahan pikiran akan berdampak pada perubahan perbuatan.

Iman terhadap apa? Terhadap kasih karunia yang Yesus lakukan. Ketika Allah mengasihi Abraham, DIA tidak melihat kelemahannya. Menarik bahwa Abraham adalah model suami yang buat saya tidak melindungi istri.

Kalau langsung lompat ke Perjanjian Baru, menurut Anda apa yang membenarkan Petrus? Perbuatannya yang menyombongkan diri di depan murid-murid lain? Atau emosinya yang menggerakkan pedangnya kepada Malkhus? Tentu bukan! Tetapi imannya kepada kasih karunia Yesus. Yohanes 21:7.

Bandingkan kontrasnya dengan Yudas Iskariot, yang bukan mengandalkan iman namun pandangannya. 2Korintus 4:18. Karena yang sementara ia kehilangan yang kekal. Namun demikian ada satu hal lagi yang membuat Yudas tidak bisa direstorasi: Kebenaran diri sendiri.

Apa yang kemudian membuat kita percaya kepada sesuatu yang tidak kita bisa lihat ini? Kuasa Roh Kudus. Anda mungkin berkata tetapi bukankah orang percaya karena mendengar atau melihat? Tentu saja, tetapi semua itu ada karena karya Roh Kudus.

Dalam Efesus 1:14 Rasul Paulus menjelaskan bahwa Roh Kudus adalah jaminan bahwa kita akan mendapat keseluruhan dari bagian kita dalam Kristus. Yesus sendiri berkata bahwa Roh Kudus adalah Roh yang menghibur kita, sebelum kita akan bersama dengan Yesus. Yohanes 14:26. Atas hal ini lah kemudian Roma 8:18 menjadi kekuatan bagi kita, dalam situasi apapun yang akan Anda alami sebagai pribadi, Keluarga, Gereja, dan apapun yang Tuhan sudah posisikan Anda.

ANGKAT TANGAN

Mazmur 134:2

Perintah “angkat tangan” sering kita dengar dalam suatu situasi dimana seorang penegak hukum berusaha memeringatkan seorang tersangka atau penjahat untuk menyerah. Kalau dalam konteks ibadah, mengangkat tangan adalah posisi menyembah sebagai tanda penyerahan dan pelayanan. Ini adalah karakteristik dari pengikut Yesus.[1] Dalam beberapa bagian Alkitab, baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, mengangkat tangan identik dengan penyembahan atau doa kepada Tuhan.

Mari kita mulai dari Perjanjian Lama. Dalam Nehemia 8:7 ketika Ezra memuji Tuhan, umat Tuhan menyambut dengan mengangkat tangan dan sujud menyembah. Mengangkat tangan juga adalah suatu sikap datang kepada Tuhan dalam Ratapan 3:41. Ada kata lain yang serupa dengan mengangkat tangan yaitu menadahkan tangan, seperti di 1Raja-raja 8:54 atau di Mazmur 143:6. Sedangkan dalam Perjanjian Baru menadahkan tangan dikaitkan dengan berdoa, seperti di 1Timotius 2:8.

Saya percaya pujian adalah pernyataan memuji Tuhan atas apa yang IA lakukan dalam hidup kita. Ulangan 10:21. Sementara itu penyembahan adalah memuja Tuhan karena pribadiNYA, berdasarkan pengenalan akan siapa Allah itu. Yehezkiel 1:26-28. Namun keduanya dapat diekspresikan dengan mengangkat tangan.

Mengangkat tangan adalah suatu gerakan yang dapat dilakukan dengan tingkat kesulitan yang rendah. Tetapi mempertahankan untuk mengangkat tangan adalah sesuatu yang dapat melelahkan, bahkan menyakitkan. Seorang India bernama Amar Bharati mengangkat tangan kanannya sejak tahun 1973 dan tidak pernah menurunkannya sampai dengan hari ini. Ia melakukan ini demi komitmennya untuk memuja dewa Siwa (terjemahan lain Shiva/Siva).[2] Percayalah kita memiliki Allah yang luar biasa melebihi segala allah, IA layak menerima jauh lebih banyak dari yang bisa allah lain terima. Yesaya 40:18-20.

Korban atau kurban adalah suatu pemberian atau persembahan untuk Tuhan berdasarkan kata serapan dari bahasa Arab ke bahasa Indonesia.[3] [4] Hal ini tentu saja menimbulkan rasa sakit, rasa kehilangan, namun di saat yang sama direlakan karena dipersembahkan kepada Tuhan. Daud pernah memberikan pernyataan bahwa harus ada harga yang dibayar untuk suatu korban. 2Samuel 24:24.

Tahun 2023 adalah tahun totalitas bagi kita jemaat, karena Allah sudah memberikan segalanya bagi kita terlebih dahulu. IA menyelamatkan kita tanpa ada satu pun yang harus dikerjakanNYA lagi, karena semuanya sudah selesai secara sepenuh-penuhnya, menyeluruh, total. Yohanes 19:30. Kita bisa merespons dengan melakukan apa yang tertulis dalam hukum terutama. Markus 12:30. Ayat ini sebenarnya sudah pernah tertulis di Perjanjian Lama yaitu di Ulangan 6:5.

Kita dapat melihat bahwa perintah untuk mengasihi Allah dengan segenap kekuatan, kemudian ditambah dengan interpretasi dari Mazmur 35:10 dimana segala tulang (keseluruhan tubuh) berkomunikasi dengan Tuhan. Ini menjadi alasan seorang penganut Yudaisme untuk mengaktifkan semua aspek jasmani dan jiwani agar terlibat dalam doa. Ia mendorong setiap jaringan hidup untuk terlibat dalam hubungan dengan Sang Pencipta.[5]

Contoh doa yang dipanjatkan orang Yahudi.

Kalau mereka yang belum percaya dalam anugerah total dalam Tuhan Yesus Kristus dapat melakukan hal itu, tentu saja kita punya alasan lebih kuat untuk mengangkat tangan kita dalam penyembahan. Setidaknya karena kita mengerti 3 hal berikut:

  • Mengangkat tangan adalah bagian dari pujian dan penyembahan kepada Tuhan.
  • Mengangkat tangan dapat menjadi korban yang dipersembahkan bagi Tuhan.
  • Mengangkat tangan dengan kerinduan untuk mengasihi Tuhan dengan seluruh kekuatan.

Hal ini disampaikan bukan supaya kita memiliki ritual dalam ibadah kita. Bukan juga supaya kita saling menghakimi satu dengan yang lain. Namun supaya kita bisa memahami bagaimana mencapai totalitas dalam pujian dan penyembahan kita.


[1] Markus Bockmuehl (editor), “The Cambridge Companion to Jesus” (Cambridge Companions to Religion), 2001. Cambridge University Press. Kindle Edition. Jesus and his God – The Beginning of Jesus’ Public Ministry, par.5.

[2] Nesa Alicia, “Amar Bharati, Petapa India Mengangkat Lengan Kanannya Selama 45 Tahun”,  https://nationalgeographic.grid.id/read/13947159/amar-bharati-petapa-india-mengangkat-lengan-kanannya-selama-45-tahun. Terakhir diakses 25-Februari-2023.

[3] Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kemendikbudristek RI, KBBI Daring: “Kurban”, https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/kurban. Terakhir diakses 25-Februari-2023.

[4] Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kemendikbudristek RI, KBBI Daring: “Korban”, https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/korban. Terakhir diakses 25-Februari-2023.

[5] Yehuda Shurpin, “Shuckling: Why Do Jews Rock While Praying? – The Swaying Candle”. https://www.chabad.org/library/article_cdo/aid/702209/jewish/Shuckling-Why-Do-Jews-Rock-While-Praying.htm. Terakhir diakses 25-Februari-2023.

BAPA YANG BAIK

Yohanes 15:9. Belajar dari kasih Bapa. Ini adalah sesuatu yang begitu dasar dalam kekristenan, bahwa mungkin hanya kekristenan yang secara doktrin dan praktik memanggil Tuhan sebagai Bapa. Mengapa penting membahas ini di hadapan calon ayah, calon ibu, atau anda yang sudah menjadi ayah dan ibu, khususnya kita semua sebagai hamba-hamba Tuhan?

Ada beberapa statistik yang meskipun sampelnya bukan berasal dari Indonesia tetapi menurut saya data ini cukup mengkhawatirkan. Jadi ini statistik di Amerika Serikat mengenai “fatherless Generation” (http://www.rochesterareafatherhoodnetwork.org/statistics):

  • 63% dari kasus bunuh diri pada anak muda dilakukan oleh mereka yang berasal dari rumah tangga yang kehilangan sosok bapa.
  • 90% dari anak-anak yang menjadi gelandangan dan lari dari rumah berasal dari rumah tangga yang kehilangan sosok bapa.
  • 85% dari semua anak-anak yang menunjukkan perilaku menyimpang berasal dari rumah tangga yang kehilangan sosok bapa.

Ada beberapa alasan lain mengapa saya membahas hal ini:

Kalau ada ajaran agama lain berkata “surga ada di telapak kaki ibu” (HR. An-Nasai, Ahmad dan Ath-Thabarani), Alkitab berkata “hormatilah ayahmu dan ibumu”. Keluaran 20:12. Jika Anda berpikir bahwa ini hanya ada di Perjanjian Lama, maka Anda salah. Perintah yang sama ditegaskan oleh Yesus di dalam Matius 15:4. Bahkan diulangi oleh Paulus saat menuliskan surat kepada jemaat di Efesus. Efesus. Efesus 6:2-3.

Jadi dalam Alkitab kita harus menghormati sosok ayah sama seperti menghormati sosok ibu. Saya percaya kalau selama ini Anda mengabaikan atau tidak pernah memikirkan ini, atau pernah terlintas namun Anda lupakan karena mungkin ada pengalaman negatif dengan sosok ini, firman Tuhan datang untuk berbicara secara pribadi dengan Anda.

Seorang ayah akan melakukan segala sesuatunya untuk anaknya. Saya sering memberi contoh hubungan ayah-anak dengan salah satu staf Gereja kami yang memiliki anak balita. Dia bukan sekedar “bapak” secara formal, dia bersuka atas anak ini, dia rela untuk direpotkan oleh anak ini, dan yang terpenting dia punya rancangan yang indah untuk anak ini.

Bagi saya inilah mengapa Yesus ingin kita pengikutNYA memanggil Tuhan bukan dengan sebutan-sebutan di Perjanjian Lama: Adonai, Yehova, atau bahkan Yahweh.

Panggilan Bapa adalah hubungan personal, dan itulah yang Yesus inginkan dengan kayu salib. Yesus ingin Anda diperdamaikan dengan Allah. Efesus 2:15-18. Karena IA bersuka atas Anda (Lukas 15:10 – pasal ini digambarkan di reff dari lagu “Reckless Love” ), IA rela Anda repotkan (Matius 11:28), dan IA punya rancangan yang indah untuk Anda (Yohanes 14:1-3).

Dia menyediakan cinta sejati bagi kita yang selalu mencari jawaban atas cinta, ingat kisah perempuan Samaria di Yohanes 4. Seseorang yang tahu ia dicintai tidak mencari cinta di tempat lain, bahkan dia berjalan dengan percaya diri, dan tidak mengemis cinta. Allah Bapa, “Ayah” kita di Surga, mencintai kita sedemikian. Itulah mengapa Paulus berusaha menjadikan “bapa-bapa” Kristen merefleksikan hal ini. Efesus 6:4.

Seorang ayah juga menyediakan makanan yang baik bagi anaknya (Lukas 11:11-12). Demikian di mana pun seorang Kristen sudah merasakan kasih Bapa, berusaha menjadi “bapa” bagi orang lain, dan menyediakan makanan yang baik bagi mereka. Firman Tuhan ini bukan hanya untuk mereka yang akan dan sudah jadi ayah saja. Ini juga untuk Anda apa pun pelayanan yang Anda akan jalani ke depan.

Saya tahu iblis, dan dunia di sekitar kita merusak gambaran ayah, bapa, abba, yang baik. Saya malah percaya iblis memulainya di Taman Eden dengan menipu Hawa, bahwa rancanganNYA tidak baik. Kejadian 3:4-5. Tetapi saya rindu kita kembali kepada kebenaranNYA, bagaimanapun latar belakang Anda dan status Anda sekarang. Ketahuilah bahwa Allah kita adalah Bapa yang baik dan mengasihi Anda.

MENS REA  

Matius 15:18-19

Mungkin beberapa dari jemaat yang pernah belajar tentang hukum atau membaca artikel hukum pernah membaca istilah ini. Istilah “mens rea” adalah istilah dari bahasa latin yang oleh seorang pakar hukum diterjemahkan sederhana sebagai “guilty mind[1] atau suatu niat jahat seorang pelaku kriminalitas. Dengan begitu banyak berita tentang kriminalitas baik dalam skala internasional, nasional, dan lokal, apakah sempat terlintas di pikiran kita, bagaimana bisa niat jahat itu timbul dalam diri para pelaku kriminalitas ini. Dengan mengerti dan mempelajari hal ini kita bisa menjaga diri kita dari melakukan hal-hal jahat tersebut.

Ayat-ayat yang kita baca di awal menyebutkan bahwa hati yang jahat melahirkan perbuatan-perbuatan jahat. Kemudian perbuatan-perbuatan itu membuat kita menjadi najis. Ayat 20. Dalam Wahyu 22:11 disebutkan bahwa seseorang yang berbuat najis akan semakin najis di akhir zaman. Tentu saja sebagai bagian Gereja yang sempurna kita tidak ingin menggenapi hal tersebut. Malahan sebaliknya kita ingin hidup dalam kebenaran (Kisah Para Rasul 10:35) dan kekudusan (1Petrus 1:16).

Jika “mens rea” ditunjukkan seseorang, yaitu ketika seseorang memiliki niat, intensi, lalai, sehingga menimbulkan kejahatan, maka menurut firman Allah itu disebut dosa. Yakobus 1:14-15.

Dosa itu akan melahirkan maut, seperti apa yang dialami oleh seorang tokoh dalam Alkitab, namanya Yudas Iskariot. Jemaat pasti mengenal kisah pengkhianatannya kepada Yesus. Matius 26:14-16.

Yudas Iskariot adalah orang yang merancangkan kejahatan dengan mengkhianati Yesus. Yudas menjadi pelaksana dari rencana imam-imam. Ia melakukan ini karena sejumlah uang yang dia pikir berharga. Yudas menilai Yesus begitu rendah (hanya seharga budak saja).[2] Memang ada pandangan bahwa sebenarnya Yudas kecewa dan memperlakukan Yesus sedemikian karena merasa harapannya tentang mesias yang membebaskan Israel secara revolusioner dari penjajah (kata “sicarii” berarti pembunuh, suatu gerakan ekstrimis Yahudi),[3] tidak terjadi.

Saat Yudas mengikuti apa yang dikehendaki iblis maka kehidupannya berbalik 180 derajat. Seharusnya ia mendapat “hadiah dan penghargaan kekal” (Wahyu 21:14), namun malahan yang terjadi ia mendapat penghukuman kekal! Kisah Para Rasul 1:16-20. Ini adalah yang harus kita hindari.

Jika kita mempelajari Roma 6:16-22 maka kita akan mengerti bahwa kita perlu melakukan hal-hal ini untuk menghindari niat jahat dalam hidup kita:

  1. Menaati pengajaran firman Allah. Ayat 17.
  2. Menyerahkan tubuh menjadi hamba kebenaran. Ayat 19.

[1]  Paul H. Robinson, Mens Rea (Encyclopedia of Crime & Justice, 2002), 995, from https://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=661161, diakses pada 27-Januari-2023.

[2] Pdt.David Ibrahim, Diktat Injil Matius “B” (Sekolah Alkitab Batu, 2023), 68.

[3] Craig L. Blomberg, Jesus and the Gospels: An Introduction and Survey, 2nd Edition (Nashville, Tennessee: B&H Publishing), 277. Kindle Edition.

PARADOKS NATAL: SUKACITA DI TENGAH KETAKUTAN

Lukas 2:10

Siapa yang merasa “sukacita di tengah ketakutan” adalah suatu paradoks? Istilah paradoks yang saya maksudkan adalah situasi yang berlawanan. Misalnya, di masa pandemi ada “paradoks kemanusiaan”, saat ada pihak-pihak “memanfaatkan situasi darurat ini untuk mengambil keuntungan di tengah kepanikan dan derita orang lain, salah satunya dengan menimbun masker untuk mendapat keuntungan finansial.“[1]

Sebenarnya nilai-nilai dalam Alkitab juga banyak mengandung paradoks. Abram percaya di tengah kemustahilan (Kejadian 15:1-6), Paulus bermegah atas kelemahannya (2Korintus 12:9-10), dan satu paradoks yang paling mengherankan adalah paradoks salib, saya pernah sampaikan ini dan jemaat bisa akses di gpdimahanaim-tegal.org/tak-pernah-tertidur/.

Kembali ke bahasan utama kita, sangat bertentangan jika seseorang bisa bersukacita saat ada dalam ketakutan, bukan? Seseorang yang takut biasanya disebabkan oleh hal-hal berikut[2]:

  • Ketidaktaatan. Kejadian 3:10.
  • Penghukuman yang akan datang. Ibrani 11:7.
  • Penganiayaan. Yohanes 20:19.
  • Peristiwa alam. Kisah Para Rasul 27:17, 29.
  • Kecurigaan. Kisah Para Rasul 9:26.
  • Ketidakpastian. 2Korintus 11:3.
  • Kejadian-kejadian akhir. Lukas 21:26.
  • Kematian. Ibrani 2:15.

Dalam konteks Lukas 2:10 ada ketakutan yang dialami gembala-gembala karena mereka adalah orang-orang yang tidak pernah lagi mengalami nubuat (sejak zaman Maleakhi, kira-kira 400 tahun sebelum Natal), apalagi mengalami penampakan ilahi seperti penampakan malaikat-malaikat. Bahkan sebenarnya dalam Perjanjian Lama beberapa penampakan malaikat diikuti rasa takut. Misalnya penampakan malaikat kepada Gideon (Hakim-hakim 6:22) atau kepada orang tua Simson (Hakim-hakim 12:6).

Jika kita memahami tema dan ayat tema yang tadi sudah kita baca di awal maka selain ketakutan ada variabel lain yaitu sukacita. Dalam terjemahan bahasa Indonesia kita membaca “kesukaan besar” dalam ayat tersebut. Tetapi dalam terjemahan bahasa Inggris dituliskan “good news that brings great joy[3].

 Dengan pemahaman dari terjemahan lain ini kita mendapat kesimpulan bahwa sukacita ini berasal dari datangnya kabar baik. Hal ini juga sesuai dengan makna kata dari ayat tersebut dalam bahasa asli Alkitab Perjanjian Baru. Saya sempat menyampaikan mengenai “Natal adalah Allah Menjadi Manusia” yang jemaat bisa juga akses di gpdimahanaim-tegal.org/natal-menjadi-manusia/. Sehingga kita bisa sampai pada pemahaman bahwa kabar baik dari Surga itu adalah Yesus, Sang Firman yang menjadi manusia.

Benar, ketakutan boleh datang dan tidak ada manusia yang bisa memberi klaim “bebas dari rasa takut”. Namun firman Allah tetap ada, meskipun di tengah Ketakutan. Yesaya 40:8. Sebab Allah memberi kita roh bukan untuk menjadi takut. 2Timotius 1:7. Kehadiran Yesus menginisiasi kehadiran Roh Kudus dalam hidup kita. Kalau kita ingat apa yang terjadi pada khotbah Petrus sesudah pencurahan Roh Kudus di Kisah Para Rasul 2:25-28. Ia mengutip miktam (nyanyian Pujian) dari Daud di Mazmur 16:8-11. Ini seharusnya menjadi terang pengharapan kita saat mengingat kehadiran Yesus, Allah yang menjadi manusia.

Seperti ketika Anda berjalan di pergantian waktu, sore menuju malam. Anda tahu kegelapan akan datang, tetapi Anda tidak takut sebab Anda punya terang di tangan Anda. Kita tahu kegelapan akan melanda dunia, tetapi di tengah ketakutan kita bisa bersukacita, karena kita punya kabar baiknya Yesus ada beserta dengan kita! Imanuel, Allah beserta kita!


[1] Memotret Pandemi: Hoaks COVID-19 dan Paradoks Kemanusiaan, Sri Herwindya Baskara Wijaya, Eka Nada Shofa Alkhajar, Universitas Sebelas Maret, Surakarta, https://rinarxiv.lipi.go.id/lipi/preprint/view/22/36, accessed on December 24th, 2022.

[2] Thomas Nelson Publishers: Nelson’s Quick Reference Topical Bible Index. Nashville, Tenn. : Thomas Nelson Publishers, 1995 (Nelson’s Quick Reference), S. 1, p.225. Libronix.

 

[3] Luke 2:10, New English Translation (NET) Bible.

Natal adalah “Allah Menjadi Manusia”

Yohanes 18:37

Ayat yang baru saja kita baca memang konteksnya adalah tentang Paskah bukan Natal, tetapi saya rasa penting untuk mengunjungi ayat ini dan memahami pengertian Yesus tentang kelahiranNYA. Saya rasa ada tiga kelompok besar orang di dunia ini, masing-masing memiliki tiga pengertian yang berbeda mengenai Natal:

  1. Kebanyakan orang Kristen memaknai Natal sebagai lahirnya juruselamat manusia, dan tidak ada yang salah dengan hal itu (Lukas 2:11).
  2. Lebih banyak orang Kristen lagi memaknai Natal sebagai salah satu hari yang perlu dirayakan secara khusus oleh seorang yang mengaku sebagai orang Kristen, karena ini hari kelahiran Tuhan Yesus Kristus, tokoh utama dalam kekristenan (tanpa mengenal alasan IA lahir).
  3. Kelompok orang yang terakhir dan bisa jadi mayoritas penduduk dunia memaknai Natal sebagai hari libur, pesta, dan perayaan.

Tetapi saya ingin mengingatkan kepada Gereja Tuhan, bahwa esensi Natal adalah “Allah yang menjadi manusia.” Semuanya sudah dirancangkan sejak purbakala seperti ucapan Zakharia, ayah dari Yohanes Pembaptis. Lukas 1:67-75. Kita perlu memahami ini supaya kita tidak terjebak pada hal-hal yang bukan esensi Natal itu sendiri, seperti:

  • Perayaan. Bukan berarti kemudian kita tidak boleh merayakan Natal. Karena dalam 1Timotius 3:16 Paulus menyatakan bahwa rahasia ibadah kita adalah Yesus yang lahir dalam rupa manusia. Tetapi bahwa Allah menjadi manusia itulah inti dari Natal, bukan harinya, bukan kegiatannya.
  • Hadiah. Bukan berarti kita tidak boleh membelikan atau menyiapkan hadiah untuk diri sendiri atau untuk orang lain. Karena di 2Korintus 9:6-7 Paulus berbicara tentang memberi kepada orang-orang. Konteksnya saat itu adalah bantuan dari jemaat di Korintus kepada Jemaat di Yerusalem. Bagi kita sekarang hadiah itu bisa kita berikan ke siapa saja. Tetapi sekali lagi intinya bukan hadiah, tetapi Allah yang menjadi manusia.
  • Figur Natal selain Yesus. Begitu banyak orang yang tertulis dalam Alkitab ada di sekitar kelahiran Yesus. Maria, Yusuf, gembala-gembala, orang-orang Majus. Namun tidak ada satupun dari mereka yang dapat menghadap hadirat Allah demi kepentingan seluruh umat manusia. Ibrani 9:24. Apalagi Natal modern yang menghadirkan Sinterklas (Santa Claus), atau bahkan Mariah Carey dengan “All I Want for Christmas is you”.

Yesus adalah anak Allah, pernyataan ini ada dalam pengakuan iman Gereja Pantekosta di Indonesia. Pada poin kedua disebutkan: “Kami percaya Allah Yang Maha Esa dan kekal dalam wujud Trinitas : “Bapa dan Putera dan Roh Kudus”, Keesaan namaNya yaitu: “TUHAN YESUS KRISTUS“.[1] Kita percaya pernyataan ini Alkitabiah dan menjadikannya pernyataan pribadi kita juga.

Dalam gereja, sering disebutkan mengenai istilah “Anak Allah”. Secara umum dalam kekristenan Anak Allah adalah Yesus. Lukas 3:38. Hal ini sudah ada sejak pengakuan iman dirumuskan oleh Gereja di abad-abad awal, khususnya untuk membedakan pengikut Kristus sejati dengan pengikut ajaran Gnosticism dan Marcionism.[2]  Yesus disebut Anak Allah bukan karena Allah Bapa melahirkan Yesus, namun karena DIA berasal, atau memperjelas pernyataan bahwa IA diutus (oleh Bapa).[3]

Karena itu kita sebenarnya bisa berkata dalam Bahasa Arab: “lam yalid walam yuulad” Allah tidak diperanakkan dan memperanakkan, karena memang Allah adalah Esa. Jika Anda membaca Markus 12:32 dan Yudas 1:25, maka Anda akan dengan lantang berkata: Amin, DIA Allah yang Esa! Kalau mengacu kepada apa yang disampaikan oleh Dr.Bambang Noorsena. Ini yang kemudian membedakan ajaran agama di luar kekristenan dengan apa yang kita percaya dalam Yesus Kristus. Ada ajaran di luar kekristenan yang menyatakan bahwa firman Allah yang tidak terlihat menjadi terlihat (dapat dibaca) dalam kitab suci. Sementara kita percaya bahwa firman Allah yang tidak kelihatan, menjadi pribadi yang kelihatan dalam Yesus, sang Isa Al Masih. Firman itu menjadi manusia (bukan sekadar menjadi sebuah kitab) dan sama sekali tidak memisahkan Firman itu dari Allah.[4] Kita percaya satu-satunya jalan menuju Allah adalah melalui Yesus.

Keberadaan Allah menjadi sesuatu yang diperdebatkan khususnya di negara-negara maju. Menariknya hal ini adalah sesuatu yang pada zaman dahulu bukan merupakan perdebatan. Dahulu pengakuan akan adanya Tuhan adalah pengetahuan kolektif dari semua orang dan bangsa. Namun perdebatannya adalah Tuhan/Allah/Dewa yang mana yang lebih kuat. Kita bisa melihat ini di dalam Alkitab pada kisah teror juru minuman agung dari Raja Asyur kepada rakyat dan perwakilan Raja Yehuda, Hizkia.[5]

Doktrin tentang keberadaan Allah menjelaskan siapakah Allah dan bagaimana Allah bisa dikenal manusia. Allah adalah oknum yang sangat berbeda dengan segala hal yang dikenal manusia di alam semesta. Alam semesta diciptakan oleh DIA, sehingga IA tinggal di luar alam semesta yang kita kenal ini, dan tidak terpengaruh oleh waktu, tempat, dan materi.[6] Keberadaan Allah melebihi segala hal yang kita pikirkan dan mengerti, hal ini menjadi pertanyaan orang-orang sejak zaman Ayub.[7]

Alkitab berusaha menjelaskan bahwa Allah ada dari mulanya, dan bahwa konsep tentang Allah adalah bagian mendasar dari pemikiran manusia. Meninggalkan konsep tentang Allah membuat manusia menjadi irasional. Pada akhirnya manusia menghidupi kehidupan yang tanpa arti dan arah.[8] Meskipun Alkitab tidak berusaha untuk membuktikan eksistensi Allah, namun ada beberapa argumen untuk menunjukkan bahwa Allah ada:

  1. Allah kita adalah Allah yang sempurna (Ulangan 32:4, Matius 5:48).
  2. IA ada sejak dari mulanya, dan karena DIA-lah segala sesuatu ada (Kejadian 1:1, Yesaya 40:18-22, Yohanes 1:3, Wahyu 22:13).
  3. Betapa Allah membuat dan menyiapkan segala sesuatu dengan rancangan yang luar biasa detil (Mazmur 139:14-17, Efesus 1:3-10).
  4. Allah menetapkan hukum-hukumNYA dalam hati setiap manusia (Ayub 35:11, Roma 2:14-15).
  5. Kita dapat menikmati segala sesuatu yang baik dan yang indah dari DIA (Kejadian 1:31, Lukas 4:22).

Inti dari kehadiran Yesus adalah Allah mau, mampu, dan harus menjadi manusia. Bukan karena IA lemah, malahan sebaliknya karena IA Maha Kuasa (kalau Allah mampu mencipta, adalah perkara ilahi yang pasti IA mampu lakukan untuk menjadi manusia). Semuanya IA lakukan supaya IA menjadi sama seperti kita, bersama kita. Matius 1:21-23, 28:20. Ingatlah alasan kelahiranNYA, memerintah dalam Kerajaan Allah dan membawa kesaksian tentang kebenaran Allah.


[1] Pengakuan Iman, https://gpdi.or.id/pages/pengakuan-iman, diakses pada 31-Agustus-2019.

[2] Justo L. Gonzalez, The Story of Christianity, Volume 1: The Early Church to the Dawn of the Reformation (HarperCollins, 2010), 77. Kindle Edition.

[3] Alkitab, Yohanes 16:28 (TB). 

[4] Dr.Bambang Noorsena, Sekte Unitarian Bukan Kristen Tauhid, http://bambangnoorsena.com/index/blog/teologi/sekte-unitarian-bukan-kristen-tauhid.html, diakses pada 12-September-2019.

[5] Alkitab, 2Raja-raja 18:33-35 (TB).

[6] Creation Argument for the existence of God, https://youtu.be/8_OC2t7mIWE, diakses pada 14-September-2019.

[7] Alkitab, Ayub 11:7 (TB).

[8] William W. Menzies and Stanley M. Horton, Bible Doctrines: A Pentecostal Perspective (Springfield: Logion Press, 2012), chap. 2, sec. 3. Kindle Edition.

Mintalah.

Lukas 11:5-13.

Saat ini pasti Bapak Ibu Saudara sering mendengar nasihat bahwa kita sangat memerlukan Roh Kudus. Bagi yang belum mengalami kepenuhan Roh Kudus, mintalah! Bagi yang sudah dipenuhi Roh Kudus, mintalah terus! Ada kisah menarik yang Yesus sampaikan dalam ayat-ayat tadi.

Kisah ini adalah kisah yang menarik. Terutama jika kita melihat dari unsur etika hubungan bermasyarakat. Bayangkan tengah malam, seorang teman Anda ketok pintu atau jendela Anda dan minta nasi. “Bos minta nasi ya, temenku dari Malang dateng belom makan.” Tetapi menariknya setelah kisah itu Yesus melanjutkan dengan kalimat ini (Ayat 9): “Oleh karena itu Aku berkata kepadamu: Mintalah…

Yesus dalam mengajar kadang melakukan metode seorang pembajak. Dibongkarnya tanah yang keras, dan setelah itu baru benihnya ditanam. Setelah cerita yang menggoncang etika, Yesus tidak berhenti, ini intinya, ini benihnya, ini maksud utamanya menceritakan kisah “Roti Tengah Malam” tersebut. AKU INGIN KAMU MINTA DARIPADAKU.

Ini adalah pesan kepada kita orang-orang Kristen yang sok kuat, sok kaya, sok bisa, sok tahu. Kita kadang-kadang terlalu segan dengan Allah, segan ini bukan berarti takut akan Allah. Karena sebenarnya ini adalah bentuk membenarkan diri sendiri. Kita seperti Israel di Padang Gurun ribuan tahun lalu yang berkata: “kol aser dibber Yahweh naaseh“. Keluaran 19:8. Ini terjadi di Sinai, menariknya 50 hari setelah Paskah atau hari dimana mereka menyembelih domba paskah adalah saat mereka ada di Sinai ini. Ini adalah hari kelima puluh dimana mereka mengadakan Shavuot (Hari Raya Tujuh Minggu), atau Pentakosta.

Pentakosta pertama terjadi, turunnya Hukum Taurat / Sepuluh Perintah Allah, 3000 orang mati terbunuh. Keluaran 32:28. Bandingkan dengan Pentakosta dimana Roh Kudus turun ke atas para murid, 3000 orang diselamatkan. Kisah Para Rasul 2:41. Inilah mengapa Paulus mengatakan bahwa “hukum yang tertulis mematikan tetapi Roh menghidupkan”. 2Korintus 3:6.

Roh itu menghidupkan. Roh itu memulihkan. Roh itu menolong. Jadi minta, kepada Roh Kudus untuk memenuhi Anda saat ini. Karena ketika ada Roh Kudus memenuhi Anda, Anda akan hidup, Anda akan pulih, Anda akan tertolong.

Kembali pada kisah di Lukas tadi. Apakah Anda sudah meminta? Sudah! Saya minta dalam hati. Saya bukan meragukan bahwa Allah melihat yang tersembunyi dalam hati Anda. Tetapi di kisah ini jelas Allah memberikan formula yang sangat sederhana: MINTA. Apa yang Anda takutkan? Coba saya bantu mengidentifikasi rasa takut Anda, kalo ada tertulis disini, Anda bilang amin ya.

(1) Saya orang berdosa yang layak dihukum. Okay coba ini: Roma 8:1 Demikianlah sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus Yesus. Bahkan di ayat berikutnya Roh Kudus akan membebaskan Anda dari hukum dosa & hukum maut.

(2) Saya tidak pandai berdoa. Roma 8:26   Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengankeluhan-keluhan yang tidak terucapkan.

(3) Saya belum cukup mengerti. Kisah Para Rasul 10:34, 43-44. Petrus bertanya-tanya di dalam hatinya, apa kiranya arti penglihatan yang telah dilihatnya itu. Sementara itu telah sampai di muka pintu orang-orang yang disuruh oleh Kornelius dan yang berusaha mengetahui di mana rumah Simon.
Lalu mulailah Petrus berbicara, katanya: “Sesungguhnya aku telah mengerti, bahwa Allah tidak membedakan orang.
Tentang Dialah semua nabi bersaksi, bahwa barangsiapa percaya kepada-Nya, ia akan mendapat pengampunan dosa oleh karena nama-Nya.”
Ketika Petrus sedang berkata demikian, turunlah Roh Kudus ke atas semua orang yang mendengarkan pemberitaan itu.

Jika Anda masih ragu untuk meminta dari DIA. Ingatlah kisah perjumpaan Yesus dengan perempuan di sumur Yakub. Setelah Yesus melayani perempuan itu DIA menjadi segar kembali. Yohanes 4:32, 34 Akan tetapi Ia berkata kepada mereka: “Pada-Ku ada makanan yang tidak kamu kenal.”
Kata Yesus kepada mereka: “Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya.

Saat ini DIA ada disini, IA adalah pribadi yang sama yang berkata di Matius 11:28 Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu.

ALLAH TURUT BEKERJA

Semua orang percaya tentu familiar dengan salah satu ayat yang sangat terkenal ini. Roma 8:28. Allah turut bekerja dalam hidup seseorang yang percaya untuk mendatangkan kebaikan. Makna yang terkandung di dalamnya bahwa hidup tidak akan selalu membawa kita ke jalan yang mudah.

Allah bisa bekerja saat kita dalam krisis hidup (Ester 4:13-16). Bahkan dalam saat yang mengancam nyawa (Markus 4:37-39). Ini adalah salah satu karakteristik seorang pengikut Yesus yang sejati (Filipi 2:6), mereka tidak menganggap hidup ini sebagai milik yang harus dipertahankan. Melainkan menjadikan segalanya adalah untuk Tuhan, baik hidup ataupun mati. Roma 14:8.

Allah juga dapat bekerja dalam langkah hidup yang gelap (Lukas 24:15-27). Bahkan menjadikan keadaan yang tertindas sebagai kesempatan bagi kita belajar mengenai firmanNYA. Mazmur 119:71. Allah bekerja di saat kita mendapatkan untung, dan DIA bekerja di saat kita merasakan kerugian.

Namun Allah tidak pernah berubah, IA selalu ada, seperti tiang awan menudungi Israel di waktu siang dan tiang api menghangatkan, menerangi Israel di waktu malam. Hanya karena kita tidak melihat hasil yang sesuai dengan ekspektasi kita bukan berarti Allah tidak bekerja. IA ada, IA tetap bekerja sampai sekarang di hidup kita. Yohanes 5:17.

Janji Allah sangat teruji (Mazmur 119:140), seperti matahari yang selalu terbit. Kita bisa tidak melihat matahari karena awan mendung atau apapun yang menutupi pandangan kita. Tetapi IA ada, IA bekerja, IA tidak tertidur, nantikanlah sinar wajahNYA menyentuh hidupmu. Bilangan 6:24-26.

Nyanyikan dan sembah Tuhan.