Markus 7:9-13.
Perintah Allah harus selalu di atas adat istiadat manusia. Adat istiadat yang dimaksud di sini adalah Hukum Seremonial, upacara agama yang oleh para ahli Taurat dan orang Farisi disamakan dengan Hukum Moral (Sepuluh Perintah Allah). Padahal tujuan utama dari Hukum Seremonial, yang menjadi konteks peristiwa ini, hanya sekadar untuk kebersihan jasmani. Namun akhirnya ditempatkan sebagai ritual penyucian yang membuat seseorang dipandang berdosa jika tidak melakukannya.
Mengenai penjelasan tentang Hukum Seremonial, Hukum Moral, dan Hukum Sipil dalam Perjanjian Lama tentu saja sudah pernah diajarkan kepada jemaat.[1] Namun intinya kita harus paham bahwa di dalam Kristus semua Hukum Seremonial (seperti tata cara penebusan dosa, aturan makanan, dan hari-hari perayaan) sudah digenapi. Sehingga hal itu tidak lagi mengikat kita.
Lalu di antara ketiga hukum dalam Perjanjian Lama tersebut di mana posisi aturan tentang keuangan berada? Aturan-aturan keuangan terdapat di dalam Hukum Seremonial, yang berfungsi untuk mendukung ibadah jemaat. Hal-hal ini, seperti yang sudah dibahas sebelumnya, sudah digenapi di dalam Yesus. Tetapi saat di muka bumi Yesus tetap menghormati aturan-aturan ini. Contohnya:
- Yesus membayar bea (pajak) Bait Allah. Matius 17:24-27.
- Yesus memuji seorang janda miskin karena persembahannya di Bait Allah. Markus 12:41-44.
- Yesus memberikan penegasan akan keabsahan praktik persepuluhan. Matius 23:23.
Dalam praktik Hukum Seremonial yang dilakukan oleh para ahli Taurat dan orang Farisi, Yesus mengritik mereka karena dengan menerapkan hal itu mereka mengabaikan yang sebenarnya lebih utama yaitu keinginan Tuhan akan keadilan, kesetiaan (kasih) dan kerendah-hatian. Mikha 6:7-8. Sekali lagi penting untuk memegang perkataan Yesus, “Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan.”
Baik mari sekarang dengan pemahaman ini kita mulai menaruh prioritas keuangan kita. Siapa seharusnya yang di posisi pertama? Tuhan. Ini bukan berarti kita harus menyerahkan seluruh yang kita punya dan tinggal 24 jam di Gereja. Namun memahami bahwa IA adalah yang lebih besar dari kita (Ibrani 7:4) dan segala sesuatu adalah dari DIA (Roma 11:35 – 12:1). Sehingga ketika kita mempersembahkan kurban, itu bukan karena kewajiban namun suatu kesadaran dan pengakuan akan kebesaran Tuhan.
Selanjutnya siapa yang ada di prioritas berikutnya? Keluarga. Apakah itu keluarga jasmani kita, atau keluarga rohani kita. Allah ingin kita tidak melupakan mereka. Markus 7:11-12, Galatia 6:2, 10. Tujuannya jelas bahwa kita menunjukkan kasih Allah dengan memelihara hidup mereka, seperti apa yang dilakukan Yusuf. Kejadian 50:20.
Setelah Tuhan dan keluarga prioritas berikutnya tergantung pada posisi kita dalam piramida kebutuhan.[2] Meskipun ada beberapa pandangan yang tidak setuju dengan membuat kebutuhan manusia secara linear seperti ini. Tetapi setidaknya dengan tingkatan kebutuhan ini kita memahami rentang kebutuhan seseorang.
| Tingkatan | Nama Kebutuhan | Contoh |
| 1 | Kebutuhan fisiologis | Makan, minum, tidur, tempat tinggal |
| 2 | Kebutuhan rasa aman | Perlindungan, pekerjaan stabil, kesehatan, keamanan finansial |
| 3 | Kebutuhan sosial (cinta & memiliki) | Persahabatan, keluarga, hubungan romantis, komunitas |
| 4 | Kebutuhan penghargaan (esteem) | Pengakuan, status, prestasi, rasa percaya diri |
| 5 | Aktualisasi diri | Mengembangkan potensi, kreativitas, pencapaian tujuan hidup, spiritualitas |
Biarlah dengan kemampuan keuangan yang kita miliki, kita seharusnya berlaku demikian:
- Tidak mendukakan Allah dalam penggunaan keuangan kita. Kisah Para Rasul 5:4.
- Menjadi persembahan yang hidup, yang berkenan bagi Allah. Roma 6:13, 12:1.
[1] “Kebebasan dalam Kristus” – Pdt.Gideon Santoso. https://gpdimahanaim-tegal.org/kebebasan-dalam-kristus-2/
[2] “Memahami Teori Kebutuhan Maslow: Hierarki Kebutuhan dan Pencapaian Potensi” – Fakultas Psikologi, Universitas Medan Area. https://psikologi.uma.ac.id/memahami-teori-kebutuhan-maslow-hierarki-kebutuhan-dan-pencapaian-potensi/.

Leave a comment