STRONGER TOGETHER  

Ibrani 10:24-25.

Pergaulan kita akan menentukan cara pikir dan pola pikir kita. Ini adalah hipotesis “ketertarikan – kesamaan” yang membuat seseorang membangun pertemanannya.[1] Jadi kalaupun awalnya ada perbedaan, lama kelamaan salah satu pihak akan menjadi sama dengan temannya. Jadi jika kita hidup dengan komunitas yang baik kita akan membangun cara hidup yang baik.

Pertemanan yang baik seharusnya menghasilkan pertumbuhan. Setidaknya teman/kawan tersebut seperti Tikhikus bagi Paulus (Kolose 4:7), yang:

  • menunjukkan kasih sebagai saudara,
  • kesetiaan seorang yang mau melayani,
  • dan sama-sama menjadi pelayan Tuhan.

Sayangnya kerap kali kita melihat orang (atau bahkan diri kita) terjebak dalam “toxic friendship” yang seringkali juga diakibatkan oleh hubungan tidak sehat dalam pengalaman masa kecil kita. Apakah karena kita secara konsisten mendapat perhatian yang tidak memuaskan, atau bahkan karena kita tidak merasakan perhatian sama sekali.[2] Untuk menghadapi orang-orang toxic dalam lingkungan pertemanan kita memang agak sedikit rumit, karena kita diajarkan untuk mengasihi, bukan? Matius 5:44-45.

Bagi saya sebenarnya untuk mengatasi dilema ini adalah dengan menaruh pemahaman bahwa “pergaulan yang buruk merusak kebiasaan yang baik” seperti di ayat awal. Kita harus sadar jika kita bisa jadi bebal ketika bergaul dengan orang bebal. Amsal 13:20. Kita bukan ekstremis yang memusuhi semua yang tidak sejalan dengan kita. 1Korintus 5:9-10. Tetapi kalau kita dekat terus dengan teman/kawan yang “toxic” tentu saja cepat atau lambat, ada karakter-karakter “toxic” yang akan diadopsi secara tidak sengaja.

Jadi yang lebih baik adalah berdamai dengan hati kita. Tuhan Yesus ketika bertemu dengan orang Farisi tidak berusaha mengubah mereka yang begitu picik dan bebal. DIA menasihati orang-orang untuk waspada. Matius 16:6. Jadi bukan untuk tidak mengasihi teman kita. Tapi kita harus tahu batasannya, sehingga tidak jadi bumerang buat diri kita sendiri.

Dalam menghadapi sesat jalan dalam pertemanan kita perlu kuasa dari Roh Kudus. Ini adalah kuasa yang mampu mengubah dan menggerakkan seseorang untuk menjadi teladan. 1Timotius 4:12.

Pengaruh dalam pertemanan sangat kuat. Namun kita bisa menyaring dan mematikan hal-hal yang salah, dengan kuasa (Roh) Allah. 2Korintus 10:4.  Karena itu seharusnya kita akan tetap berdiri kokoh dalam komunitas ilahi. Mengapa kita harus memiliki komunitas?

  1. Strength. Pengkhotbah 4:12; 1Korintus 14:15-17. Untuk referensi ayat terakhir terkandung makna, dalam persekutuan bersama kita dibangun oleh pengucapan syukur orang lain.
  2. Care, encouragement, exhortation. Ibrani 10:24-25.

Pahamilah bahwa kita adalah bagian dari komunitas ilahi dalam Rumah Tuhan.


[1]The Company They Keep: Friendships in Childhood and Adolescence,” Eds. William M. Bukowski, Andrew F. Newcomb, Willard W. Hartup, p.89.

[2] Ada 4 jenis gaya keterikatan/hubungan dalam keluarga kita: secured, disorganized, anxious-resistant, dan anxious-avoidance. Baca pembahasannya di buku berjudul: “Toxic Friendships: Knowing the Rules and Dealing with the Friends Who Break Them,” Suzanne Degges-White, Judy Pochel Van Tieghem, p.6-7. 

Leave a comment