1Petrus 2:16.
Seorang bijak pernah berkata, “Arti kebebasan sejati bukan sekadar hilangnya batasan, tetapi juga berarti mau menerima tanggung jawab dan berani menggunakan kebebasan itu dengan bijak.” Saya rasa orang bijak itu mungkin pernah membaca ayat yang baru saja kita baca. Karena di dalam Alkitab kebebasan selalu berarti ada tanggung jawab yang menyertainya.
Contoh pertama adalah Adam dan Hawa. Mereka dibebaskan untuk menikmati Taman Eden. Kejadian 2:16. Tetapi di saat yang sama mereka harus mempertanggungjawabkan perbuatan mereka yang melanggar firman Tuhan. Kejadian 2:17, 3:19.
Contoh kedua adalah bangsa Israel. Bangsa ini diberi kebebasan untuk memilih untuk beribadah kepada Allah, atau yang bukan Allah, oleh Yosua, pemimpin mereka. Yosua 24:14-15. Namun kemudian mereka harus menanggung akibatnya ketika mereka mengabaikan Allah yang dikenal nenek moyang mereka. Hakim-hakim 2:7-14.
Contoh ketiga adalah Ananias dan Safira. Pasangan ini punya kebebasan untuk menjual atau tidak menjual aset tanah yang mereka miliki. Kisah Para Rasul 5:4a. Tetapi saat mereka menipu maka ada konsekuensi. Ayat 4b, c, 5, 10.
Dalam kehidupan kita sebagai bagian dari bangsa Indonesia pun kita mengerti bahwa kebebasan bisa salah dimengerti. Kebebasan mengemukakan pendapat, oleh beberapa orang diartikan sebagai kebebasan mengatakan apapun, termasuk ujaran kebencian.[1] Atau kemudian ada istilah “mayoritarianisme” dalam demokrasi, yang berarti kelompok dengan jumlahnya lebih banyak, bebas menentukan peraturan di tempatnya.[2] Hal ini berujung pada pembubaran acara ibadah agama yang bukan mayoritas.
Namun dalam Alkitab kebebasan yang sejati adalah kebebasan dari dosa. Karena itu menjadi yang utama tercatat setelah pernyataan kasih Allah. Wahyu 1:5. (Performing Arts – Oleh Darah (Kubebas)”)Seperti dalam hidup bermasyarakat dan bernegara, di mana ada dasar dan patokan sebagai legitimasi agar kebebasan itu tidak “kebablasan”. Maka kita melihat Alkitab juga memberikan patokan bagi kita tentang menjadi “bebas”.
Dasar kebebasan kita adalah anugerah Allah, melalui Yesus Kristus. Yohanes 8:36. Ini bukan self-proclaimed tetapi datang dari Yesus sendiri. Setelah itu, patokan dari kebebasan itu juga ditentukan. Karena kebebasan bukanlah “surat izin untuk berbuat dosa”. Roma 6:1-2.
Anugerah yang membebaskan itu bukan alasan untuk kita hidup sembarangan. Malahan kita diminta untuk bijaksana. Karena saat kita tidak bijaksana dalam menyikapi perkataan, tingkah laku, kasih, kesetiaan, dan kemurnian kita, itulah sebenarnya status yang disebut “rendah”. 1Timotius 4:12.
Melainkan kita menunjukkan kualitas kebijaksanaan dengan tidak menyia-nyiakan kesempatan. Kebebasan bukanlah kesempatan untuk hidup berdosa, melainkan untuk menghasilkan yang baik. Galatia 5:13. Kita bebas dari dosa, dan sekarang hidup bagi Allah. Roma 6:11.
[1] Rd. Putri Annida Qisti, “Kebebasan Berpendapat Beralih Ujaran Kebencian: Kajian Makna Konotasi Ujaran Kebencian Kepada Penggemar K-Pop di Twitter.” https://kimli.mlindonesia.org/index.php/kimli/article/view/69
[2] Elma Adisya, “Favoritisme dan Represif: Pemerintah Salah Kaprah Tangani Intoleransi Agama.”

Leave a comment