POWERFUL AND IMPACTFUL IN FRIENDSHIP

1Korintus 15:33.

Ayat di atas menjadi peringatan buat orang percaya tentang kesesatan yang berpotensi membuat kita menjadi orang-orang yang menyangkal Yesus dan Kabar Baik yang dibawaNYA. Jadi konteks dari ayat ini sebenarnya adalah tentang oknum jemaat di Korintus yang tidak percaya pada kebangkitan orang mati. Kalau pengikut Yesus tidak percaya kebangkitan orang mati maka mereka sama saja tidak percaya bahwa Yesus bangkit dari kematian!

Namun kali ini kita akan melihat dari perspektif bahwa kita bisa sesat jalan dan kehilangan yang baik. Itu terjadi jika kita tidak peduli dengan pergaulan yang buruk. Seperti jemaat di Korintus bisa disesatkan dengan orang-orang yang tidak percaya bahwa Yesus bangkit dari kematian. Kita, orang percaya zaman sekarang, bisa disesatkan oleh orang-orang di antara kita, dan juga orang-orang dunia yang membawa pergaulan buruk.

Pergaulan kita akan menentukan cara pikir dan pola pikir kita. Ini adalah hipotesis “ketertarikan – kesamaan” yang membuat seseorang membangun pertemanannya.[1] Jadi kalaupun awalnya ada perbedaan, lama kelamaan salah satu pihak akan menjadi sama dengan temannya. Jadi jika pertemanan itu buruk tentu saja kelamaan ada hal-hal yang buruk setidaknya masuk dalam cara pikir temannya.

Pertemanan yang baik seharusnya menghasilkan pertumbuhan. Setidaknya teman/kawan tersebut seperti Tikhikus bagi Paulus (Kolose 4:7), yang:

  • menunjukkan kasih sebagai saudara,
  • kesetiaan seorang yang mau melayani,
  • dan sama-sama menjadi pelayan Tuhan.

Sayangnya kerap kali kita melihat orang (atau bahkan diri kita) terjebak dalam “toxic friendship” yang seringkali juga diakibatkan oleh hubungan tidak sehat dalam pengalaman masa kecil kita. Apakah karena kita secara konsisten mendapat perhatian yang tidak memuaskan, atau bahkan karena kita tidak merasakan perhatian sama sekali.[2]

Untuk menghadapi orang-orang toxic dalam lingkungan pertemanan kita memang agak sedikit rumit, karena kita diajarkan untuk mengasihi, bukan? Matius 5:44-45.

Bagi saya sebenarnya untuk mengatasi dilema ini adalah dengan menaruh pemahaman bahwa “pergaulan yang buruk merusak kebiasaan yang baik” seperti di ayat awal. Kita harus sadar jika kita bisa jadi bebal ketika bergaul dengan orang bebal. Amsal 13:20. Kita bukan ekstremis yang memusuhi semua yang tidak sejalan dengan kita. 1Korintus 5:9-10. Tetapi kalau kita dekat terus dengan teman/kawan yang “toxic” tentu saja cepat atau lambat, ada karakter-karakter “toxic” yang akan diadopsi secara tidak sengaja.

Jadi yang lebih baik adalah berdamai dengan hati kita. Tuhan Yesus ketika bertemu dengan orang Farisi tidak berusaha mengubah mereka yang begitu picik dan bebal. DIA menasihati orang-orang untuk waspada. Matius 16:6. Jadi bukan untuk tidak mengasihi teman kita. Tapi kita harus tahu batasannya, sehingga tidak jadi bumerang buat diri kita sendiri.

Dalam menghadapi sesat jalan dalam pertemanan kita perlu kuasa dari Roh Kudus. Ini adalah kuasa yang mampu mengubah dan menggerakkan seseorang untuk menjadi teladan. 1Timotius 4:12. Dunia pertemanan tanpa dasar firman Tuhan menjadi begitu sesat, contohnya tiga hal yang bisa jadi di sekeliling kita:

  1. Friends with benefit”. Konotasi dari istilah ini biasanya dekat dengan hubungan fisik yang mengarah ke hubungan seksual. Kita harus bisa menyadari apa kata Alkitab tentang ini. 1Korintus 7:1-4.
  2. Partner in crime”. Istilah candaan untuk kebandelan yang tidak mengarah ke tindakan triminal, tetapi tetap bisa diterapkan dengan salah. Misalnya dengan “setia” untuk melakukan hal-hal yang salah. Ingat seharusnya bukan untuk melakukan kejahatan kemudian kita berteman. Mazmur 50:18, Amsal 28:24.
  3. Be on the same page”. Ini juga sebenarnya istilah yang menunjukkan cara pandang yang sama dalam pertemanan. Tetapi jika ini dipakai dengan artian tidak boleh menegur teman/kawan, malahan jadi berlawanan dengan firman Tuhan. Amsal 27:6.

Pertemanan bisa menjadi buruk, saat yang dilakukan adalah hal yang buruk. Misal ada peringatan tentang dosa seksual di Kolose 3:5-6. Demikian juga saat lingkungan pergaulan kita juga permisif dan memberi celah untuk itu. 1Korintus 5:6, 9-11. Ingat pandangan yang salah tentang seksualitas (yang informasinya sebagian besar salah dalam pertemanan) harus dibereskan dari muda. Jangan menunggu akan hilang sendiri setelah menikah, karena itu akan terus berlanjut.

Apa yang kita bisa simpulkan? Pengaruh dalam pertemanan sangat kuat. Namun kita bisa menyaring dan mematikan hal-hal yang salah, dengan kuasa (Roh) Allah. 2Korintus 10:4.  


[1]The Company They Keep: Friendships in Childhood and Adolescence,” Eds. William M. Bukowski, Andrew F. Newcomb, Willard W. Hartup, p.89.

[2] Ada 4 jenis gaya keterikatan/hubungan dalam keluarga kita: secured, disorganized, anxious-resistant, dan anxious-avoidance. Baca pembahasannya di buku berjudul: “Toxic Friendships: Knowing the Rules and Dealing with the Friends Who Break Them,” Suzanne Degges-White, Judy Pochel Van Tieghem, p.6-7. 

Leave a comment