1Samuel 1:15.
Kalau kita bicara tentang motivasi, ini adalah topik yang sering dibahas ketika mempelajari perilaku manusia. Saat saya kuliah psikologi beberapa rekan mahasiswa mengatakan bahwa judul skripsi dengan variabel “motivasi” adalah judul yang mudah dikerjakan. Alasannya karena begitu banyak literatur mengenai teori motivasi dan banyak skripsi yang meneliti motivasi. Sehingga contohnya berlimpah sehingga mempermudah penyelesaian tugas tersebut.
Motivasi adalah suatu “kekuatan” yang mendorong seseorang untuk mencapai sesuatu, hal ini bisa datang dari dalam atau dari luar seseorang.[1] Menariknya menurut ahli lain emosi seseorang (dalam hal ini baik emosi positif, maupun emosi negatif) dapat meningkatkan motivasi orang tersebut untuk mencapai suatu kualitas hidup yang lebih baik.[2]
Apa saja emosi positif itu? Penghargaan, kegembiraan, cinta/kasih, sukacita, pengharapan, bersyukur, rasa diri berharga, kesenangan/hiburan, inspirasi, kagum, dan ketentraman. Sementara emosi negatif bisa berupa marah, rasa terhina, malu, muak, rasa bersalah, dipermalukan, takut, benci, sedih, dan stres.[3] Kedua emosi ini dalam “takaran” yang tepat (dituliskan di sumber yang sama rasio positif : negatif setidaknya 3 : 1) akan menjadi sumber motivasi yang baik.[4]
Dengan pemahaman ini mari kita kembali ke kisah yang melatarbelakangi ayat di awal penyampaian saya ini. Tokoh yang diceritakan adalah seorang perempuan yang tidak bisa mengandung. Ia memiliki suami yang baik, tetapi juga memiliki “rival” yaitu istri kedua dari suaminya. Sayangnya, sang istri kedua menghasilkan keturunan, sementara dia tertutup kandungannya. 1Samuel 1:1-7. Dia marah, merasa terhina, malu, merasa bersalah, sedih, dan saya percaya dia stres. Ayat 10.
Tetapi lihat respons suaminya di ayat 8. Dia dihargai, dicintai, dihibur, ditentramkan hatinya oleh seorang suami yang inspiratif. Harusnya ini cukup untuk menetralkan emosi negatifnya. Tetapi ada satu hal yang memotivasinya untuk berdoa: ia punya pengharapan besar terhadap kuasa Tuhan. Ayat 10-11.
Kalau kita membaca kisah ini, pada akhirnya Allah memberi jawaban doa yang sesuai, bahkan lebih. Ayat 20, 1Samuel 2:21. Tetapi dalam bagian Alkitab lain kita mendapati kisah yang sangat kontras. Mari kita lihat apa yang ditulis di Ibrani 11:36-39. Ini punya kemiripan dengan kisah yang dialami Paulus di 2Korintus 12:8-10. Tapi ia tetap berdoa karena ia punya pengharapan yang pasti di dalam Tuhan Yesus Kristus.
Saya tidak bisa melihat ke dalam hati jemaat satu per satu, untuk melihat motivasi Anda datang beribadah. Kemudian saya juga tidak tahu emosi positif dan negatif yang sedang jemaat rasakan. Tetapi satu hal yang saya tahu, doa orang benar bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya. Yakobus 5:16. Jika kita datang dengan motivasi yang salah, mari sucikan dan kuduskan hati kita, saat kita memuji, menyembah, berdoa kepadaNYA.
[1] Hamzah Uno, Teori Motivasi dan Pengukurannya – Analisis di Bidang Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 2016), 1. Google Buku.
[2] Irene Prameswari Edwina, Relationship Flourishing pada Suami/Istri: Determinan dan Pengembangannya, dalam “Spiritualitas dan Kesejahteraan Psikologis,” R.T. Manurung dan M.Y. Megarini, eds. (Yogyakarta: Zahir Publishing, 2022), 73. Repository Maranatha.
[3] Ibid., 72-73.

Leave a comment