1Yohanes 4:19-21.
Menjalani kehidupan kristiani adalah suatu proses yang terus berkembang. Saya rasa Rasul Petrus menjelaskannya dengan sangat baik ketika dalam 2Petrus 1:5-7 ia menjelaskan tentang tingkatan perkembangan kristiani yang tidak hanya berhenti di tahapan iman. Kita mengerti bahkan untuk di tahapan iman pun kita butuh mengaplikasikannya dalam perbuatan-perbuatan kita supaya iman itu menjadi sempurna. Yakobus 2:22.
Sebagai pengikut Kristus ada satu peristiwa yang begitu krusial bagi iman percaya kita, yaitu kematian Yesus Kristus. Ini bukan sekedar peristiwa biasa yang kemudian kita rayakan karena rutinitas (di masa Paskah dan saat Perjamuan Kudus). Namun ini adalah momen dimana kasih Allah yang begitu besar bagi manusia ditunjukkan. Dimana IA merendahkan diriNYA sampai mati di kayu Salib (Filipi 2:8). Kemudian kasih ini yang membuat kita mampu memiliki kasih yang mengherankan, kepada sesama dan kepada Tuhan.
Saya sempat bicara kepada rekan-rekan muda di Tegal mengenai cinta Allah, dan membahas bahwa: Hidup ini adalah gambaran tentang “G-TO-G”. Started with GOD and ended with GOD. Jadi ada siklus seperti ini:
“GOD –> Love –> ME –> Love –> OTHER –> Love –> GOD”
Jadi hidup kita berawal dari Tuhan, ujungnya juga kepada Tuhan, sehingga tidak ada yang dapat kita banggakan, selain kasih yang datang dari Tuhan dan seharusnya kembali kepada Tuhan. Kasih itu berasal dari Tuhan dan kita perlu mengerti bagaimana Allah menunjukkan kasih itu kepada dunia.
Matius 9:13.
Jadi pergilah dan pelajarilah arti firman ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, karena Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa.
Ayat ini sebenarnya dikutip dari Hosea 6:6 yang saya akan saya bahas secara paralel. Jadi kalau Anda bisa buka kedua ayat tersebut dan ikut membandingkan. Kata “kukehendaki” pada ayat di Matius, pada ayat di Hosea menggunakan kata “menyukai”. Kata “belas kasihan” yang pada Perjanjian Baru hanya terbatas pada kata itu. Pada Perjanjian Lama dipakai kata Ibrani “chesed atau hesed” yang artinya bisa: kebaikan, kesetiaan, anugerah, kasih dan belas kasihan. Frase “Aku datang…” menunjukkan alasan kedatangan Yesus, yang adalah Allah, yaitu untuk memanggil orang berdosa. DIA datang bukan untuk orang-orang benar namun bagi mereka yang terhilang. Lukas 15:1-32.
Kisah seperti ini menimbulkan kesenjangan yang begitu lebar, bahkan irasional (lihat saja ketiga cerita di Lukas 15). Bagaimana mungkin “Yang Mulia” mau menjadi sama dengan “yang hina”? Bagaimana mungkin yang “kaya” menanggalkan statusnya untuk menjadi “miskin”? Bagaimana mungkin “yang tidak bersalah” mencari, dan setelah mendapatkan, mengampuni “yang bersalah”? Bagaimana mungkin yang ganteng/cantik, menikahi yang “jelek dan jorok”?
Anda mungkin berkata ini cuma kisah yang ada di sinetron atau di layar lebar. Tetapi kisah seperti itu sebenarnya tertulis di Alkitab mengenai Nabi Hosea. Saya pernah menyampaikan hal ini dalam Ibadah Raya di Tegal beberapa tahun yang lalu, Anda bisa mengakses semua khotbah yang disampaikan di GPdI Mahanaim di www.gpdimahanaim-tegal.org.
Secara singkat apa yang tertulis di Hosea adalah definisi dari Kasih Allah. Mari kita mulai dari Hosea 1:2 dimana Hosea sebagai nabi Tuhan (yang hidup seangkatan dengan Yesaya) mendapat Firman untuk menikahi seorang perempuan sundal, sebagai perlambang kasih Tuhan (arti nama Hosea sama dengan Yosua, Yesus) kepada suatu negeri yang “membelakangi Tuhan”. Saya berharap Anda tidak mendapat ayat ini sebagai ayat harian Anda.
Tetapi kita bisa lihat dari kisah bagaimana Allah memiliki Kasih yang heran, yang Anda tidak pernah bisa pikirkan. Seperti Hosea, Allah berkomitmen untuk “menikahi” Gereja Tuhan (yang dalam Perjanjian Baru sering dilambangkan sebagai perempuan). Siapa dari kita yang tidak hina, miskin, bersalah, jelek dan jorok di hadapan Tuhan. Tapi Kasih itu begitu besar IA berkomitmen untuk menyelamatkan manusia yang kemudian digenapi melalui Yesus.
Bahkan seperti Hosea yang diminta memperanakkan keturunan lewat perempuan sundal, saya melihat hal ini sebagai suatu investasi yang dilakukan Hosea. Demikian juga Tuhan, bukankah IA Tuan yang menginvestasikan talenta-talenta luar biasa pada kita (Matius 25:14-30)? Bukankah IA Bapa yang memberikan sebagian hartanya untuk si bungsu, yang kemudian menghabiskannya untuk bersundal (Lukas 15:11-32)? Apa yang jadi respon kita sekarang?
Perempuan sundal ini, yang bernama Gomer, adalah gambaran kita bukan? IA mencintai kita, bahkan saat kita masih bersalah. Jika itu saja belum cukup dalam Hosea 3:1-3 dituliskan mengenai bagaimana Hosea mencintai kembali ia yang bersalah, ia yang berpaling, ia yang berdosa, bahkan menebus! Ini berbicara tentang korban. Apa respons yang Allah harapkan? Supaya kita mencari DIA, karena “gementar kepada Tuhan dan kepada kebaikanNYA” atau pada KasihNYA yang begitu heran. Hosea 3:5.
Mulailah proses yang tidak mudah ini. Kita menapaki tahapan-tahapan pertumbuhan Kristiani dengan tujuan akhir mencapai kasih yang seperti Yesus. Tingkatan paling atas dalam kekristenan agar menjadi serupa dengan Kristus, mempelai laki-laki kita.

Leave a comment