Faithful in small things.

Barangsiapa setia pada Hal kecil akan dipercayakan Hal besar. APA MAKSUDNYA? Ketika kita memberi, itu adalah bagian Dari keseluruhan kekayaan yang kita miliki. Persembahan itu bagaimanapun adalah bagian kecil dibandingkan seluruh kepunyaan kita.  Contohnya persembahan persepuluhan, itu hanyalah 1/10 dan kepunyaan kita 9/10 tentunya lebih besar. Belajarlah setia dari yang kecil, bukan lihat besarannya tapi perbandingannya.

(Lukas 16:10 )

Conversation #1: “Terlalu banyak orang munafik.”

Dalam beberapa kesempatan ada pertanyaan-pertanyaan yang menarik yang diajukan kepada saya. Untuk setiap percakapan itu saya merasa ada jawaban yang menarik juga untuk disimak.

Sebenarnya saya sudah mulai beberapa waktu yang lalu ketika ada pertanyaan dari rekan saya dan saya jawab, sesuai kebenaran yang saya yakin berdasarkan Firman.

Salah satunya adalah ketika seorang rekan ini bertanya dalam kebimbangannya dalam pengiringan kepada Tuhan. Saya harap Anda bisa mendapat ide atau konsep kebenaran yang ada dalam percakapan ini.

Pertanyaan:

“Jeff. Aku masih suka bingung liat orang-orang. Banyak yang keliatannya taat ama Tuhan, tiap hari ke gereja, ngikut kegiatan keagamaan. Tapi dalam kehidupan bisnis sangat berbeda. Apa itu munafik? Karena bagiku ga seimbang perilakunya. Mendingan kan kita jarang ke gereja tapi perilaku keseharian baik. Bener apa ga sih? Kadang aku jenuh. Aku masih bingung apa tujuan hidupku? Dan apa yang kucari?
Jujur sekarang ini pengetahuanku akan Yesus mulai minus. Untung suamiku orangnya tekun dan termasuk taat akan Tuhan. Sehingga keluargaku selalu dalam lindunganNya.

Aku berniat untuk berubah. Tapi ga tau ya kenapa aku sekarang ini hanya punya niat tapi pelaksanaan nol. Apakah aku miskin iman?

Jawaban:

“Puji Tuhan. Saya percaya Firman Tuhan bisa rubah semua jadi lebih baik. Tapi itu bisa terjadi kalo emang orang itu mau buka hati untuk berubah. Itu sama aja kamu cuci pakaian kotor yang masi ada di bungkus plastik. Seberapa lama pun kamu rendam di air cucian, tetep aja kotoran itu nggak bakal ilang. Karena “plastik” itu nggak dibuka.

Mungkin itu yang kamu liat di orang-orang Kristen “setengah hati” itu. Mereka mengakui Yesus, tapi nggak bener-bener ijinkan Tuhan ubah hati mereka. Seperti Yesus bilang kan “seperti kubur yang dilabur putih, luarnya nampak bersih, tapi dalamnya penuh tulang belulang”. Bisa aja mereka lakukan aktifitas-aktifitas rohani, tapi sebenernya bukan “demi Tuhan”, tapi bisa jadi demi gengsi, keluarga, status sosial, ato yang lebih parah ada iming-iming materi.

Tapi kita juga nggak bisa langsung ambil kesimpulan, “lebih baik jarang ke gereja, tapi keseharian baik.” Buat aku itu bukan pilihan. Ini lebih baik ato itu lebih nggak baik. Perilaku di dalam dan luar gereja seharusnya jadi “satu paket” kalo hati kita bener-bener udah dijamah dan dipulihkan Tuhan. Itu bukan seperti iklan TV, kalo pilih ini dapet bonus A, kalo pilih itu dapet bonus B. Kedua-duanya ada dalam satu kesatuan yang namanya “berubah oleh pembaharuan budi”. Jadi kalo itu yang sudah terjadi, apapun tindakanmu akan sejalan dengan Firman Tuhan, nggak cuma waktu di gereja, atau waktu diliat orang aja. Bahkan waktu kamu sendirian, kamu tau kalo hatimu sepenuhnya milik Yesus, dan kamu mau lakukan apapun untuk DIA.

Tujuan hidup pastinya kita musti tanya sama Tuhan. Manualnya: Alkitab. So, baca ya, nggak usah punya target yang muluk-muluk. Coba kamu baca satu pasal setiap hari. Mungkin beberapa ayat di pagi, atau siang. Trus malemnya kamu baca sisanya. Coba renungkan, kalo ada temen sharing, cerita sama mereka, atau mungkin ada pengalaman sehari-hari yang sesuai ama ayat-ayat yang kamu baca. Ada ayat yang bilang “iman timbul dari pendengaran, pendengaran oleh Firman Kristus”.

Puji Tuhan banget kamu punya suami yang bisa bimbing kamu. Kamu bangun mezbah keluarga deh. Saya percaya yang terbaik Tuhan udah sediakan buat keluarga kamu. Ummm… tetep semangat!!! Come on, you can do it.

My prayer for you
GodblesS

Q&A: “Kesempurnaan”

Hi Jeff,

Maaf mengganggu. Aku mau tanya seputar Firman Tuhan ya. Dalam Matius 5:48 dan 1 Yoh 3:1-10 mengajar kita untuk menjadi anak-anak Allah yang disempurnakan seperti Tuhan Yesus Kristus. Dan dipertegas dengan kalimat “haruslah” kamu sempurna. Nah, ada teman aku yang nanya, apakah bisa manusia menjadi sempurna? Sementara sudah jelas bahwa tidak ada satupun manusia di dunia ini yang sempurna.

Jadi bagaimana? 

Thanks before..

God bless…

———-

Hai…

Kalo kamu lihat dan baca berulang-ulang dua ayat referensi yang kamu kasih tadi kamu bisa temukan bahwa apa yang Tuhan inginkan adalah kita hidup dengan konsep yang berbeda dengan dunia ini.

Kata “sempurnalah kamu sebab BapaMu di Surga sempurna” itu mengacu pada kutipan ayat di Imamat 19:2 dimana Allah berfirman “Kuduslah kamu sebab Aku kudus.” Sehingga kita bisa menangkap apa yang dimaksud oleh Yesus sebagai “kesempurnaan” itu adalah “kekudusan”.

Nah, satu hal mengenai kekudusan bahwa kekudusan itu tidak pernah bisa merupakan hasil kerja kita. Kita membuka hati, membuka telinga dan mata kita kepada Tuhan. Maka DIA yang menguduskan kita. Arti kata kudus adalah “dipisahkan”. Seperti sebuah piring yang sudah dicuci, dia dipisahkan dari piring-piring kotor yang lain. Itulah mengapa sebenarnya kekristenan bukanlah suatu kelompok eksklusif. Kita adalah “piring” yang sama dengan individu-individu yang belum mengenal Tuhan. Hanya saja kita sudah dibersihkan karena itu kita berbeda.

Kembali ke 2 ayat referensi yang kamu gunakan. Disini kita bisa lihat bahwa Allah ingin kita berbeda dengan dunia ini dari buah-buah perbuatan yang kita hasilkan. Lihat satu ayat sebelum Matius 5:48. Pada ayat 47 dikatakan: “…bukankah orang yang tidak mengenal Allah juga melakukan yang demikian?” Allah sedang menantang konsep berpikir kita tidak hanya sekedar berbuat baik (yang bisa juga dilakukan orang-orang yang tidak mengenal Allah), namun lebih dari itu berbuat baik kepada orang yang membenci kita. Ini hanya ada pada ajaran Yesus!

Demikian juga kalau kamu lihat apa yang dituliskan Yohanes. Dia membandingkan antara “anak-anak Allah” dengan “anak-anak iblis”. Apa yang menjadi faktor pembanding? Perbuatan kebenaran yaitu kasih kepada saudara (maksudnya saudara sesama manusia, ciptaan Allah).

Saya mau tutup dengan kamu baca kutipan dari Roma 12:2. Disitu dikatakan jangan serupa dengan dunia tetapi berbuat sesuai kehendak Allah, dengan membedakan mana yang sekedar “baik” (level dasar), mana yang “berkenan kepada Allah” (level yang lebih tinggi), dan mana yang “sempurna” (level tertinggi). Kita tidak bisa jadi “superman” tapi kita bisa melakukan yang “sempurna” yaitu lebih dari sekedar kebaikan yang dikenal dunia. Itu ukurannya.

Semoga terjawab.

GodblesS
JEFF

Dalam.

Mengenai sesuatu yang dalam kita sama=sama mengerti bahwa itu harus dicapai dengan suatu usaha yang lebih dari sekedar yang kita lakukan di untuk meraih yang di permukaan.

Usaha ini menjadi sangat sulit ketika kita tidak dilengkapi pengetahuan mengenai apa yang ada di dalam. Kita puas dengan apa yang ada di permukaan, tanpa mengerti bahwa apa yang ada di dalam bisa jadi lebih dari sekedar yang ada di permukaan.

Ketidakmengertian ini bisa kita maklumi karena beberapa hal. Pertama, untuk memperoleh pengetahuan yang ada di dalam butuh kerja keras. Butuh lebih dari sekedar mengenal “cover” luarnya. Ada waktu yang harus diinvestasikan, pemikiran yang harus terus menalar dan daya untuk terus bertahan.

Kedua, untuk mengetahui yang ada di dalam itu berarti keluar dari zona aman, dan membiarkan diri kita sedikit-demi-sedikit menggerus rasa takut untuk masuk lebih dalam. Ketika kita berhadapan dengan rasa itu dan menyerah maka berhentilah kita dari mencapai yang ada di dalam.

Ketiga dan yang terakhir, sesuatu yang ada di dalam itu bisa jadi sesuatu yang menyenangkan atau mengecewakan. It’s a sort of toss-the-coin in-the-air. Kita tidak benar-benar dapat memastikan apa yang kita dapat di kedalaman. Tapi setidaknya kita belajar banyak hal dalam prosesnya. Seringkali kita terlalu berfokus pada hasil akhir dan menyepelekan prosesnya. Tapi proses itu adalah bagian dari hasil.

Hal-hal yang saya sebutkan di atas dapat diaplikasikan pada berbagai hal. Ambil contoh penyelidikan akan Firman Tuhan. Anda tidak akan mendapatkan apa yang begitu kaya ada di dalam Firman, saat Anda hanya mendengar, “mengail” di permukaan. Anda perlu masuk lebih dalam untuk mendapat pengertian. Namun ketiga hal itu bisa menjadi penghalang untuk masuk lebih dalam.

Amsal 3:15  Ia lebih berharga dari pada permata; apa pun yang kauinginkan, tidak dapat menyamainya.  

Belajar Rendah Hati.

Seringkali kita orang-orang percaya menganggap diri sebagai orang yang “pasti” mau menerima Firman Tuhan. Bahkan seringkali kita meng-iya-kan Firman Tuhan dengan berkata: Amin! Kemudian merasa bahwa kita hidup “dibawah otoritas Firman Tuhan”. Atau kita dengan mudah menyatakan: Firman Tuhan yang terutama.

Tapi kita lupa bukan anggapan atau persepsi kita, bukan seberapa kali kita meng-amin-kan sesuatu, bukan pernyataan kita, namun sikap hati. Kita merendahkan hati ketika Firman Tuhan itu datang menegur.

Bahkan seorang yang dikategorikan “pendeta” sekalipun banyak masih harus berjuang untuk hal ini: merendahkan hati dibawah Firman Tuhan. Bahwa kehidupan ini bukan sekedar pemenuhan kebutuhan hidup, kebutuhan utama, kebutuhan primer, melainkan mendengarkan Firman Tuhan dan dengan rendah hati mau menerima Firman itu.

Ulangan 8:3  Jadi Ia merendahkan hatimu, membiarkan engkau lapar dan memberi engkau makan manna, yang tidak kaukenal dan yang juga tidak dikenal oleh nenek moyangmu, untuk membuat engkau mengerti, bahwa manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi manusia hidup dari segala yang diucapkan TUHAN

GodblesS (jeffminandar@gmail.com)