2Petrus 1:3
Bagi orang percaya keselamatan adalah hal yang paling pertama didapatkan dengan percaya kepada nama Yesus. Roma 10:10. Setelah diselamatkan seorang Kristen tidak bisa berhenti dan puas hanya karena ia sudah diselamatkan. Pada beberapa kegerakan Kristen “keselamatan dalam Yesus” kemudian harus meningkat kepada kesucian diri, baptisan Roh Kudus, yang disertai kuasa untuk melayani.[1]
Hal ini yang kemudian menjadi dasar teologis bagi Gerakan Pentakosta yang muncul sesudahnya, sampai dengan Injil Pentakosta itu tiba di Indonesia. Bagi Gereja Pantekosta di Indonesia pengertian mengenai keselamatan dan kemudian kepenuhan Roh Kudus menjadi bagian dari pernyataan iman Gereja. Jika kita perhatikan pernyataan iman ke-6 dan ke-5 kita bisa belajar pemahaman tentang hal-hal tersebut.[2]
Saya akan membacakan pernyataan-pernyataan ini untuk menyegarkan ingatan jemaat, mulai dari pernyataan iman keenam baru kemudian yang kelima, sesuai dengan urutan yang saya sampaikan di awal tadi:
- Pernyataan Keenam dituliskan demikian, “Kami percaya baptisan air, yaitu diselamkan dalam nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus, yaitu Tuhan Yesus Kristus wajib dilakukan bagi mereka yang diselamatkan yaitu percaya, bertobat dan lahir baru, untuk menggenapkan kebenaran Allah”. Kisah Para Rasul 2:38.
- Kemudian di Pernyataan Kelima menyebutkan, “Kami percaya Roh Kudus adalah Pribadi Allah yang memiliki slfat: Kekal, Mahahadir, Mahakuasa, Mahatahu, Mahakudus, Mahakasih dan baptisan Roh Kudus yaitu kepenuhan Roh Kudus dengan tanda berkata-kata dalam berbagai bahasa sebagaimana diilhamkan oleh Roh Kudus diterima oleh orang percaya, bertobat dan lahir baru”. Kisah Para Rasul 10:44-46.
Jika kita kembali ke ayat awal bahasan ini dalam 2Petrus 1:3, kata “kuasa” di ayat ini memakai kata yang sama dalam bahasa asli dengan kata “kuasa” di Kisah Para Rasul 1:8. Sehingga kuasa ilahi di ayat ini adalah kuasa yang berasal dari Roh Kudus. Namun kepenuhan Roh Kudus berdasar tulisan dari Petrus bukan sekadar berhenti pada tanda awal (initial evidence).
Kuasa Roh Kudus seharusnya membawa seseorang kepada hidup yang saleh dan pengenalan akan Allah. Sehingga kepenuhan Roh Kudus menghasilkan hal-hal yang dapat dilihat orang-orang lain di sekitarnya. Motivasi yang membuat Gereja mengadakan Doa 10 Hari Pencurahan Roh Kudus, bukan sekadar tradisi semata.
Memang tradisi adalah suatu kebiasaan yang kita ulangi karena sesuatu tersebut kita dapati sebagai sesuatu yang baik. Bahkan sebenarnya tradisi adalah bagian dari pemahaman teologis awal Pentakosta, yang bisa dijelaskan lewat peran Roh Kudus di empat area berikut: Firman/Pewahyuan Allah, Nalar, pengalaman, dan tradisi.[3]
Pemahaman kita tentang kuasa ilahi yaitu kuasa Roh Kudus bisa kita telusuri kembali pada apa yang terjadi di awal abad ke-20, oleh seorang tokoh yang bernama Charles Parham. Ia menjadi tokoh yang tercatat sebagai bagian sejarah kegerakan Pentakosta. Secara singkat, ia membuat suatu Sekolah Alkitab yang memakai Alkitab sebagai satu-satunya buku teks dalam keseluruhan pelajarannya.
Ia memberi tugas kepada murid-muridnya tentang tanda seseorang mengalami baptisan Roh Kudus. Mereka kemudian sepakat bahwa tanda Alkitabiah seseorang dibaptis (dipenuhi) Roh Kudus adalah berbahasa lidah. Mereka kemudian menentukan waktu di pergantian tahun 1900 ke 1901 untuk berdoa kepada Tuhan untuk mengalami pengalaman Alkitab tentang kepenuhan Roh Kudus. Mereka mengalami itu, dan hal ini dicatat sebagai salah satu awal Gerakan Pentakosta di awal abad ke-20.[4]
Pengalaman ini kalau kita cari di Alkitab tercatat di Kisah Para Rasul 1:14, 2:1-4. Tentu ini bukan saja terjadi dan berhenti pada Gereja mula-mula, dan di awal pergerakan Injil Pentakosta, namun ini masih terjadi sampai sekarang. Bagi kita Gereja di Akhir Zaman, kuasa ilahi ini juga masih bekerja supaya kita mencapai kesalehan hidup dan pengenalan akan Tuhan. Untuk mempersiapkan kita menjadi Mempelai Pengantin Kristus, yang menyerahkan seluruh hidupnya untuk menjadi mempelai yang mencapai totalitas kesempurnaan di dalam DIA, dan bagi DIA, Tuhan Yesus Kristus, mempelai laki-laki Gereja.
[1] Allan Heaton Anderson, An Introduction to Pentecostalism (New York: Cambridge University Press, 2014), Ch. 2 – Background and context – Revivalism and Keswick. Kindle.
[2] Beranda – Visi dan Misi – 17 Pengakuan Iman GPdI, accessed May 27, 2023, https://gpdimahanaim-tegal.org/.
[3] Winfield Bevins, “A pentecostal Appropriation of the Wesleyan Quadrilateral”, Journal of Pentecostal Theology 14, 2 (2006): 229-246.
[4] Anderson, Pentecostalism, Ch. 2 – Background and context – Charles Fox Parham. Kindle.